Rabu, 27 November 2024

TELAAH FILOSOFIS-TEOLOGIS LAGU "LANGGENG DAYANING RASA" KARYA DENNY CAK NAN



Bagi saya, lagu "Langgeng Dayaning Rasa" karya Denny Cak Nan mengandung makna mendalam yang membuka ruang interpretasi, tidak hanya dari sisi romantis tetapi juga dari perspektif filosofis-teologis. Secara filosofis, lagu ini menggambarkan rasa rindu sebagai fenomena eksistensial yang tidak hanya mengacu pada hubungan antar-manusia tetapi juga pada hubungan transendental dengan Tuhan.

Dalam pandangan filsafat eksistensialis, manusia adalah makhluk yang selalu mencari makna. Perasaan rindu yang digambarkan dalam lagu ini bisa diartikan sebagai pencarian akan sesuatu yang absolut, yakni Tuhan. Rindu adalah "kehendak untuk yang kekal," seperti diungkapkan oleh Søren Kierkegaard yang menyebut bahwa rindu adalah panggilan terdalam jiwa kepada Pencipta.

Sementara itu, dalam perspektif budaya Jawa, rasa sering kali dihubungkan dengan manunggaling kawula lan Gusti (kesatuan hamba dengan Tuhan). Lagu ini mencerminkan kerinduan batin untuk mendekat kepada Sang Sumber Segala Cinta.

Dari sisi teologis, lagu ini bisa dipahami sebagai pengakuan akan keberadaan Tuhan sebagai yang paling memahami manusia. Ada 2 nilai yang terkandung, yakni teologi kasih dan kerinduan Ilahi. 

Dalam Teologi Kasih, Tuhan digambarkan sebagai yang memahami segala rasa, termasuk rindu. Dalam banyak tradisi agama, rindu kepada Tuhan adalah bentuk tertinggi dari ibadah. Lagu ini menggambarkan bahwa hanya Tuhan yang mampu memahami kedalaman hati manusia, sebagaimana dalam tradisi Islam disebutkan, "Allah lebih dekat daripada urat nadi" (QS. Qaf:16).

Sementara itu, nilai kerinduan Ilahi nampak dalam tradisi sufisme, konsep kerinduan kepada Tuhan (syauq) menjadi inti dari perjalanan spiritual. Lagu ini seakan-akan menempatkan kerinduan sebagai medium untuk menyatu dengan Tuhan. Liriknya mencerminkan kesadaran manusia tentang ketidakmampuannya menemukan kedamaian sejati kecuali dalam Tuhan.

Frasa langgeng dayaning rasa mengandung filosofi mendalam. kata "Langgeng" mengacu pada sesuatu yang kekal, melampaui dunia material. Kekekalan ini bisa dilihat sebagai kerinduan kepada Tuhan, yang dalam teologi adalah Yang Maha Kekal (Al-Baqa').

Sementara itu, istilah "Dayaning Rasa" merujuk pada kekuatan batin yang menjadi jalan manusia untuk mencapai maqam spiritual. Dalam filsafat Islam, rasa adalah instrumen penting dalam ma'rifatullah (pengenalan kepada Tuhan). Lagu ini mengajarkan bahwa rasa, bila diselaraskan dengan kehendak Tuhan, akan menjadi kekuatan yang mendekatkan manusia kepada-Nya.

Lagu ini mengekpresikan kerinduan yang Transenden dalam hubungan antara makhluk dan Khaliknya. Dalam hal ini, cinta sebagai medium Ketuhanan. Jalaluddin Rumi menggambarkan cinta sebagai jembatan antara makhluk dengan Sang Khalik. Lagu ini menggambarkan bahwa cinta sejati yang hakiki hanyalah kepada Tuhan, karena hanya Dia yang benar-benar memahami dan menerima manusia apa adanya.

Lagu ini juga mengekspresikan Tuhan sebagai pelipur lara. Liriknya menegaskan bahwa hanya Tuhan yang benar-benar memahami luka, kebahagiaan, dan kerinduan manusia. Pengakuan ini menjadi bentuk teologi pengharapan (hope theology), yakni manusia mempercayakan dirinya kepada Tuhan yang Maha Mengetahui.

Lagu ini nampaknya juga menunjukkan adanya harmoni antara budaya Jawa yang kaya dengan unsur mistisisme dan spiritualitas Islam. Dalam Kejawen, perasaan rindu sering kali dikaitkan dengan perjalanan menuju harmoni batin dan hubungan langsung dengan Tuhan. Lagu ini mencerminkan filsafat sangkan paraning dumadi (kembali kepada asal mula penciptaan). Sementara itu, aspek teologisnya bisa dikaitkan dengan tawakkal (kepasrahan) dan ikhlas (ketulusan), di mana manusia menyerahkan segala rasa kepada Tuhan.

Lagu ini mengingatkan pendengarnya untuk merefleksikan hubungan mereka dengan Tuhan melalui medium rasa. Secara praktis, lagu ini bisa menjadi sarana kontemplasi, mengingatkan bahwa cinta duniawi hanyalah bayangan cinta ilahi. Dalam perspektif ini, rindu menjadi sarana introspeksi, mengarahkan manusia kepada makna hakiki kehidupan. Lagu ini juga mengingatkan kita bahwa Tuhan adalah satu-satunya tujuan akhir, di mana segala rasa menemukan kedamaian.

Dari telaah filosofis-teologis di atas, pada akhirnya saya berkesimpulan bahwa "Langgeng Dayaning Rasa" melampaui sekedar lagu cinta. Dengan penafsiran filosofis-teologis, lagu ini menjadi refleksi tentang rindu manusia kepada Tuhan, yang menggambarkan hubungan mendalam antara makhluk dan Khalik. Lagu ini mengajarkan bahwa Tuhan adalah tempat kembali segala rasa, dan hanya Dia yang memahami manusia secara sempurna. Dengan demikian, karya Denny Cak Nan ini tidak hanya indah secara estetis tetapi juga kaya akan makna spiritual dan filosofis. (LZ)

Selasa, 26 November 2024

 

TELAAH ATAS SHALAWAT ILAHI TAMMIMI: DARI DIMENSI TEOLOGIS, ETIS, EKSISTENSIAL, HINGGA KOSMOLOGIS



Shalawat "Ilahi tammimmin na'ma 'alaina" secara harfiah berarti "Ya Allah, sempurnakan nikmat-Mu atas kami!" Secara filosofis, frasa ini memiliki makna mendalam dalam konteks spiritualitas Islam, meliputi dimensi teologis, etis, eksistensial, dan kosmologis.

DIMENSI TEOLOGIS

1. Pengakuan terhadap ke-Maha-an Allah

Ucapan ini menegaskan keyakinan bahwa segala nikmat berasal dari Allah sebagai sumber absolut dari segala kebaikan. Dalam teologi Islam, nikmat Allah meliputi aspek material dan spiritual, seperti iman, kesehatan, ilmu, dan ketenangan jiwa.

2. Doa untuk kesempurnaan nikmat: Permohonan agar nikmat yang telah diberikan Allah disempurnakan mencerminkan pengharapan manusia akan rahmat Allah yang terus berlanjut. Ini juga menunjukkan sikap tawakal dan percaya bahwa kesempurnaan hanya dapat dicapai dengan kehendak-Nya.

DIMENSI ETIS

1. Kesadaran akan karunia
Shalawat ini mengajarkan rasa syukur yang mendalam terhadap nikmat yang telah diberikan. Dalam tradisi Islam, syukur adalah nilai moral yang utama, sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur'an: "Jika kamu bersyukur, pasti Aku akan menambah nikmat kepadamu" (QS. Ibrahim: 7).

2. Tanggung jawab moral
Dengan meminta kesempurnaan nikmat, implikasinya adalah individu juga bertanggung jawab menggunakan nikmat tersebut untuk kebaikan, sesuai dengan prinsip amanah dalam Islam.

DIMENSI EKSISTENSIAL

1. Pencarian kesempurnaan hidup
Shalawat ini mencerminkan kesadaran manusia akan ketidaksempurnaannya dan keinginannya untuk terus berusaha menuju kondisi ideal dalam hidup. Hal ini sejalan dengan pandangan filsafat Islam yang menekankan tahdzib an-nafs (penyucian jiwa) dan kamal insani (kesempurnaan manusiawi).

2. Relasi dengan transendensi
Permohonan ini menunjukkan bahwa manusia tidak bisa mencapai kesempurnaan tanpa hubungan dengan yang transenden, yaitu Allah. Dalam filsafat tasawuf, ini disebut sebagai fana' fi Allah (melebur dalam kehendak Allah) sebagai bentuk pengakuan ketergantungan total kepada-Nya.

DIMENSI KOSMOLOGIS

Harmoni dengan alam semesta
Permohonan kesempurnaan nikmat juga dapat diartikan sebagai doa agar manusia hidup selaras dengan tatanan ilahi di alam semesta (tanzim ilahi). Nikmat Allah bukan hanya untuk individu, tetapi juga terkait dengan keseimbangan makro kosmos yang mencakup kehidupan sosial, ekosistem, dan keberlanjutan dunia.

Shalawat ini, meskipun sederhana dalam susunan kata, namun membawa makna filosofis yang mendalam, yakni sebuah pengakuan akan keagungan Allah, kesadaran etis terhadap nikmat, dan pencarian eksistensial untuk mencapai kesempurnaan hidup dalam harmoni dengan kehendak Ilahi. Bagi seorang Muslim, mengucapkan shalawat ini adalah refleksi atas hubungan vertikal (dengan Allah) dan horizontal (dengan manusia dan alam), sekaligus ekspresi pengabdian total kepada-Nya.

Minggu, 24 November 2024

LAMPUNG DALAM BINGKAI MUSEUM: REFLEKSI BUDAYA DAN KEHIDUPAN


Halaman Utama Museum Lampung


Hari itu, 20 November 2024, udara Bandar Lampung terasa hangat dengan semilir angin pagi yang membawa semangat baru. Tujuan perjalanan saya adalah Museum Lampung, sebuah tempat yang tak hanya menjadi pusat dokumentasi sejarah, tetapi juga ruang untuk merefleksikan nilai-nilai budaya dan kehidupan masyarakat Lampung. Museum ini juga dikenal sebagai Museum Ruwa Jurai. Sebuah museum yang menjadi titik temu antara masa lalu dan masa kini, memperlihatkan betapa kaya dan dalamnya identitas budaya Lampung.

Begitu tiba di halaman museum, saya langsung terpesona oleh arsitektur bangunannya. Atap museum yang terinspirasi dari bentuk rumah adat Nuwo Sesat, dihiasi ornamen tradisional, memancarkan kesan otentik yang kuat. Halaman yang luas dan rindang membuat suasana menjadi nyaman, seolah mempersiapkan pengunjung untuk perjalanan waktu ke masa lalu.

Museum Lampung buka setiap hari , dengan jam operasional dari pukul 08.00 hingga 14.00 WIB. Adapun harga tiket masuk museum yaitu sebesar Rp5.000 untuk dewasa, Rp1.000 untuk anak-anak, dan Rp2.000 untuk mahasiswa. Cara masuknya pun sederhana, cukup membeli tiket di loket depan dan menyerahkan tiket kepada petugas di pintu masuk. Saat mulai memasuki pintu utama museum, saya disambut ramah oleh petugas museum. Mereka mengarahkan untuk mendaftar dan membeli tiket terlebih dahulu, kemudian memberikan buku kecil yang berisi peta sederhana yang menunjukkan tata letak ruang pameran dan koleksi. Panduan ini memudahkan saya untuk menjelajahi museum dengan alur cerita yang teratur.

Kain Tapis: Menyibak Kekayaan Tradisi


Kain Tapis Lampung

Ruang pertama yang saya masuki adalah pameran kain Tapis, kain tradisional kebanggaan Lampung. Saya terpukau dengan keindahan kain yang penuh dengan benang emas, melambangkan status sosial dan spiritual masyarakat Lampung. Proses pembuatan Tapis bukan sekedar keterampilan, melainkan juga bentuk meditasi—proses panjangnya mencerminkan kesabaran dan dedikasi perempuan Lampung.


Selain Tapis, terdapat juga pakaian adat lengkap dengan aksesorisnya. Setiap elemen pakaian memiliki simbolisme, seperti mahkota yang melambangkan kebijaksanaan dan ornamen emas sebagai lambang kemakmuran. Melihat koleksi ini membuat saya merenungkan betapa eratnya hubungan masyarakat Lampung dengan nilai-nilai spiritual dan estetika.

Ruang Kehidupan: Mengenal Sejarah Lampau


Beberapa artefak yang terpampang di ruang koleksi

Di ruang lain, saya menemukan koleksi artefak prasejarah seperti kapak batu, gerabah, dan replika peralatan berburu. Artefak ini memberikan gambaran kehidupan manusia purba yang pernah mendiami Lampung. Di sini, saya belajar bagaimana masyarakat Lampung berkembang dari era berburu hingga bercocok tanam, sebuah proses yang merefleksikan daya adaptasi dan kreativitas manusia dalam menghadapi alam.

Koleksi senjata khas Lampung

Lebih jauh, terdapat koleksi senjata tradisional seperti keris dan tombak, yang menjadi simbol keberanian masyarakat Lampung dalam melindungi komunitasnya. Filosofi senjata ini tidak hanya berbicara tentang kekuatan fisik, tetapi juga tentang keberanian moral dan tanggung jawab.

Rumah Adat Nuwo Sesat: Sebuah Refleksi Sejarah


Rumah Adat Nuwo Sesat

Salah satu koleksi favorit saya adalah replika Nuwo Sesat, rumah adat Lampung. Nuwo Sesat merupakan simbol kebersamaan dan musyawarah, tempat masyarakat berkumpul untuk memecahkan masalah secara kolektif. Konsep rumah panggung ini juga mencerminkan keharmonisan dengan alam—dengan struktur yang mengurangi risiko dari banjir dan melindungi penghuni dari binatang liar.

Masuk ke dalam replika ini, saya seolah dibawa ke zaman di mana masyarakat Lampung hidup berdampingan dalam harmoni, saling membantu dan menjunjung nilai gotong royong. Tempat ini mengingatkan saya akan pentingnya kebersamaan di tengah individualisme yang kerap kita temui di zaman modern.

Naskah Kuno dan Makna Literasi


Koleksi Naskah Kuno

Ketika langkah kaki saya memasuki ruang terakhir Museum Lampung, saya menemukan sesuatu yang luar biasa—deretan naskah kuno yang berusia ratusan tahun. Di balik lemari kaca yang elegan, terpampang naskah-naskah beraksara Lampung, aksara yang kini mulai jarang digunakan, namun pernah menjadi bagian penting dari peradaban masyarakat setempat. Keberadaan naskah-naskah ini seperti bisikan dari masa lalu, mengingatkan kita akan kejayaan literasi di Lampung yang mungkin selama ini tak banyak diketahui oleh khalayak luas.

Naskah-naskah yang tersimpan di museum ini terbuat dari berbagai medium tradisional, mulai dari kulit kayu hingga daun lontar. Tulisan-tulisan dalam aksara Lampung diukir dengan alat-alat sederhana, namun hasilnya mencerminkan keindahan seni tulis yang menuntut ketelitian luar biasa. Beberapa naskah berisi hukum adat, seperti tata cara penyelesaian konflik antarwarga atau panduan menjalankan ritual keagamaan. Naskah lainnya memuat kisah-kisah legenda dan cerita rakyat yang kaya akan nilai-nilai moral, seperti tentang pentingnya menjaga keharmonisan dengan alam dan sesama manusia.

Ada pula naskah berbentuk puisi atau syair, yang disebut "Pitam Tuha" (kata-kata bijak orang tua). Naskah-naskah ini biasanya berisi petuah kehidupan yang diwariskan secara turun-temurun. Salah satu kutipan yang menarik perhatian saya berbunyi:

"Hiya bumi nenggik kekek, hiya adat nenggik pepadun"
(Tanah akan tetap di tempatnya, dan adat akan tetap menjadi tiang penopang).

Kalimat ini mencerminkan filosofi bahwa adat dan tradisi adalah akar kehidupan masyarakat Lampung, yang harus dijaga dengan penuh penghormatan seperti menjaga bumi yang kita tinggali.

Saat saya berdiri di depan salah satu naskah yang tertulis di atas daun lontar, saya merasa seolah-olah para leluhur sedang berbicara kepada saya melalui kata-kata mereka. Ada semacam energi spiritual yang terpancar, mengingatkan bahwa setiap huruf yang mereka ukir mengandung doa, harapan, dan keinginan untuk membangun masyarakat yang lebih baik.

Perasaan haru muncul ketika saya menyadari bahwa literasi tradisional ini pernah menjadi fondasi kehidupan masyarakat Lampung. Di tengah hiruk-pikuk dunia modern, naskah-naskah ini adalah pengingat bahwa di balik segala kemajuan teknologi, ada nilai-nilai kemanusiaan yang tidak boleh kita lupakan.

Melihat naskah-naskah ini, saya mulai merenungkan peran literasi dalam budaya Lampung pada masa lampau. Berbeda dengan literasi modern yang sering kali berbasis pada buku cetak dan teknologi, literasi dalam tradisi Lampung memiliki dimensi yang lebih mendalam. Literasi bukan sekedar kemampuan membaca dan menulis, tetapi juga alat untuk menjaga dan meneruskan nilai-nilai luhur.

Literasi menjadi media komunikasi antar-generasi. Naskah-naskah ini adalah jembatan yang menghubungkan para leluhur dengan generasi masa kini, menyampaikan pesan moral, sejarah, dan petunjuk kehidupan yang tetap relevan hingga hari ini. Dalam konteks ini, literasi tidak hanya mencerdaskan secara intelektual, tetapi juga membangun karakter dan spiritualitas.

Namun, di balik keindahan ini, ada sisi yang menyedihkan. Beberapa naskah tampak rapuh, warnanya memudar seiring berjalannya waktu. Berbagai upaya pelestarian telah dilakukan oleh Museum Lampung dan para peneliti. Salah satunya adalah digitalisasi naskah-naskah kuno ini, sehingga salinan elektroniknya dapat diakses oleh peneliti maupun masyarakat umum. Selain itu, museum juga mengadakan program edukasi, seperti kelas aksara Lampung dan lokakarya penulisan tradisional, untuk menghidupkan kembali minat generasi muda terhadap warisan ini.

Apa yang dapat kita pelajari dari keberadaan naskah kuno ini? Salah satu pesan pentingnya adalah pentingnya menjaga warisan literasi sebagai identitas budaya. Di tengah arus globalisasi yang kerap menyeragamkan cara hidup, naskah-naskah ini mengingatkan kita untuk tetap berakar pada tradisi lokal.

Naskah-naskah ini juga mengajarkan bahwa literasi adalah alat transformasi. Pada masa lalu, literasi tidak hanya digunakan untuk mencatat hukum adat atau legenda, tetapi juga untuk menegakkan keadilan, menyebarkan ilmu pengetahuan, dan mempererat hubungan sosial dalam komunitas. Maka, tugas kita hari ini adalah melanjutkan tradisi ini, dengan cara yang relevan dengan kebutuhan zaman.

Koleksi naskah kuno di Museum Lampung adalah harta karun yang tak ternilai harganya. Mereka bukan hanya catatan sejarah, tetapi juga cermin budaya yang menunjukkan identitas, kebijaksanaan, dan nilai-nilai luhur masyarakat Lampung.

Perjalanan saya ke Museum Lampung tidak hanya memperkaya wawasan, tetapi juga membangkitkan kesadaran tentang pentingnya literasi sebagai alat untuk menjaga kesinambungan budaya. Di balik setiap huruf dalam naskah-naskah ini, ada pesan abadi: bahwa sejauh apa pun kita melangkah ke depan, kita tidak boleh melupakan akar kita. Sebab, akar itulah yang akan memberikan kita kekuatan untuk bertumbuh. (LZ)


Jumat, 05 Januari 2024

AWAL PERTAMA TINGGAL DI TULUNGAGUNG DAN SERUNYA BERBELANJA DI PASAR TRADISIONAL TAMANAN TULUNGAGUNG

Saya dan Zidan (anak saya) di Alun-Alun Tulungagung saat masih seminggu tinggal di Tulungagung, dan Zidan masih berumur 1 tahun

Sudah menjelang sepuluh tahun saya tinggal di Kabupaten Tulungagung. Sebelumnya, saya tidak pernah mengira jika akan tinggal di Kabupaten ini. Bahkan, 10 tahun yang lalu, saya tidak tahu jika ternyata Kabupaten Tulungagung adalah masih wilayah Provinsi Jawa Timur. Saat itu, saya mengira Tulungagung adalah wilayah Provinsi Jawa Tengah. Nampaknya, wawasan geografinya saya perlu ditingkatkan lagi. Maklum, dulu jarang sekali mengeksplor wilayah Jawa Timur bagian selatan.

Awalnya, setelah lulus S2 tahun 2011, saya mengajar sebagai Dosen Luar Biasa (DLB) di Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Ampel Surabaya. Hingga pada tahun 2013, ada informasi penerimaan CPNS Dosen di beberapa PTKIN. Sayangnya, formasi saya tidak ada di UIN Sunan Ampel (UINSA) Surabaya. Pasalnya, saat itu UINSA membutuhkan banyak dosen SAINTEK dan Kesehatan. Formasi Dosen yang sesuai dengan keilmuan saya hanya ada di Tulungagung dan di salah satu PTKIN wilayah Sumatera.

Pada akhirnya, saya meminta izin ke Kajur untuk mendaftar di UIN SATU Tulungagung (saat itu masih bernama STAIN Tulungagung). Saat itu, beliau menyampaikan, kenapa tidak menunggu tahun depan saja, sepertinya akan ada formasi untuk saya. Namun, saya menyampaikan bahwa saya ingin mencoba dulu di STAIN Tulungagung. Eh, ternyata di luar dugaan, saya lulus tes CPNS di STAIN Tulungagung setelah melewati beberapa tahap ujian hingga akhirnya menyisakan 3 orang dari sekian banyak orang yang memperebutkan formasi dosen Filsafat di STAIN Tulungagung kala itu.

Sumber: https://jatim.kemenag.go.id/file/file/pengumumancpnstahun2013/gsur1388466418.pdf

Pemberkasan CPNS saat itu begitu luar biasa, karena dilakukan menjelang malam tahun baru. Implikasinya, urusan administrasi menjadi agak terhambat. Seperti saat mencari Surat Keterangan Kelakuan Baik di kantor kepolisian, di mana petugasnya banyak yang bertugas di luar untuk operasi menjelang tahun baru. Belum lagi harus legalisir ijazah dari Kepala Madrasah/Sekolah dan Kemenag serta Dinas Pendidikan mulai dari SD hingga S2. Jadi, harus riwa-riwi ke sekolah MI & SMP di Sidoarjo, Kemenag Sidoarjo dan Dinas Pendidikan Sidoarjo, SMA di Surabaya dan Dinas Pendidikan Kota Surabaya, legalisir ijazah S1 di Kampus Utama UINSA, dan Ijazah S2 di Pascasarjana UINSA yang saat itu lokasinya berada di GreenSA Juanda Surabaya. Tak lupa, juga mengurus surat keterangan sehat jasmani & rohani, serta surat keterangan bebas narkoba.

Saya masih sangat ingat betapa perjuangan pemberkasan saat itu membutuhkan energi yang begitu besar karena harus ke sana ke mari dan dikejar deadline yang hanya beberapa hari saja. Belum lagi jalanan begitu ramai karena tahun baru. Hingga akhirnya, pemberkasan berhasil saya dan kawan-kawan seangkatan rampungkan tepat saat Isya' di tanggal 31 Desember 2013. Begitu saya pulang ke Sidoarjo, langsung disambut dengan suara mercon dan kembang api di langit. Pertanda bahwa saya tiba di rumah tepat pergantian tahun 2013 ke 2014.

Saya mulai tinggal di Tulungagung tahun 2014. Awalnya, saya belum bisa beradaptasi dengan suasana Tulungagung. Apalagi saya belum tahu beberapa tempat tertentu di Tulungagung. Suasana yang begitu ramai hingga tengah malam saat saya tinggal di Sidoarjo (Perbatasan Surabaya Barat), tidak saya temukan di Tulungagung. 10 tahun yang lalu, wilayah Plosokandang Tulungagung tidak seramai saat ini, seiring dengan alih status STAIN menjadi IAIN dan UIN serta bertambahnya jumlah mahasiswa dari yang saat itu masih kurang lebih 3.000 an, hingga saat ini sudah lebih dari 26.000 mahasiswa. Jumlah mahasiswa UIN SATU saat ini terbanyak untuk tingkat PTKIN di Jawa Timur.

Awal mengajar 2014, hampir semua mahasiswa yang saya ajar, saya mengenal namanya. Sekarang, karena saking banyaknya, hanya beberapa nama saja yang saya hafal, yakni PJ kelas, Ketua Kelas, dan mahsiswa yang aktif di kelas saja. Suasana kekeluargaan dan keramahan saya temukan di kampus ini. Karena beberapa dosen adalah orang-orang sekitar Tulungagung, Kediri, Blitar, Trenggalek, Nganjuk, dan juga wilayah Jawa Tengah, membuat saya merasa kagok dalam berbicara. Pasalnya, bahasa Jawa Krama saya tidak seberapa bagus. Sementara orang-orang di sini bahasa Jawanya halus sekali. Saya merasa seperti flash back ujian Bahasa Jawa saat masih MI & SMP dulu, di mana saya sangat tidak menguasai krama inggil.

Seiring dengan waktu, Tulungagung mulai banyak pembangunan. Tidak hanya UIN saja yang membangun, namun Pemerintah Daerah Tulungagung juga membangun infrastruktur. Potensi wisata wilayah Tulungagung bagian selatan mulai dikembangkan dengan hadirnya Jalur Lintas Selatan (JLS) Tulungagung yang menghubungkan Tulungagung dengan Trenggalek dan Pacitan, serta Blitar dan Malang ke depan. JLS ini nampak mempesona, pasalnya deretan pantai yang sangat indah ada di wilayah ini. Mulai dari Pantai Gemah, Klathak, Sidem, Popoh, Midodaren, Pacar, Sanggar, Dlodo, Patuk Gebang, Kedung Tumpang, dan lain-lain.

Tidak hanya sektor wisata, sektor perekonomian juga diperhatikan dengan melakukan pembangunan dan renovasi pasar-pasar rakyat. Nah, berbicara tentang pasar, saya senang sekali tatkala jalan-jalan ke pasar-pasar di daerah Tulungagung. Pasalnya, pasar ini didominasi oleh warga lokal, tidak seperti pasar di Sidoarjo dan Surabaya yang lebih didominasi orang-orang Madura. Sehingga, proses transaksi jual beli begitu sangat menyenangkan, karena para pedagang sangat ramah, bahasanya santun, dan murah senyum.

Selain itu, pasar-pasar di sini juga bersih dan rapi. Jarang sekali ditemui pasar yang sampahnya menggunung atau berserakan di mana-mana sehingga menimbulkan bau yang tidak sedap. Kaitannya dengan kerapihan dan kebersihan, Pemkab dan orang-orang Tulungagung saya acungi jempol. Bahkan, tata ruang di Kabupaten Tulungagung, baik yang di wilayah tengah kota, hingga di desa-desa, nampak rapi dan bersih.

Pasar Rakyat Tamanan Tulungagung

Nah, salah satu Pasar yang menjadi destinasi belanja saya hari ini adalah Pasar Rakyat Tamanan-Tulungagung. Pasar Tamanan adalah jantung kota yang berdenyut dengan kehidupan sehari-hari dan kegiatan perdagangan yang ramai. Terletak di pusat kota Tulungagung, pasar ini mudah dijangkau dan menjadi salah satu destinasi utama bagi warga lokal dan wisatawan yang ingin merasakan atmosfer pasar tradisional yang khas.

Ketika para pengunjung memasuki Pasar Tamanan, pengunjung akan langsung disambut oleh keramaian dan warna-warni aktivitas pasar. Bangunan-bangunan klasik dan arsitektur tradisional di sekitar pasar menambah daya tarik pasar ini. Suara pedagang yang berteriak, bau rempah-rempah, dan warna-warni payung di atas setiap gerai menciptakan atmosfer yang penuh dengan keramahan dan aktivitas ekonomi yang sangat dinamis.

Suasana jual beli di Pasar Tamanan Tulungagung

Pasar Tamanan memiliki denah yang teratur dengan lorong-lorong yang saling terhubung, hal ini memudahkan pengunjung untuk menjelajah setiap sudut pasar. Setiap lorong memiliki tema khusus, mulai dari buah-buahan dan sayuran hingga pakaian dan kerajinan tangan. Denah yang teratur ini membantu pengunjung untuk menemukan produk yang mereka cari tanpa kesulitan.

Gerai dan kios di Pasar Tamanan dipenuhi dengan produk-produk yang beragam. Payung-payung yang berwarna-warni dan kain penutup meja yang indah menambah keceriaan visual pasar. Setiap gerai dikelola oleh pedagang yang ramah dan bersahabat, siap memberikan informasi dan membantu pengunjung menemukan barang yang diinginkan.

Pasar Tamanan Tulungagung adalah sebuah tempat yang kaya akan warna dan kehidupan. Pasar ini menawarkan beragam produk yang mencerminkan kekayaan budaya dan kearifan lokal. Ketika pengunjung melangkah masuk ke lorong-lorong pasar yang ramai, pengunjung akan disuguhi oleh berbagai pilihan barang dan produk yang menarik hati. Berikut adalah narasi mengenai apa saja yang dapat pengunjung temukan di Pasar Tamanan Tulungagung

1. Hasil Pertanian Segar

a. Buah-buahan Lokal

Pasar ini menjadi tempat bagi para petani lokal untuk menawarkan hasil bumi mereka. Dari mangga manis hingga rambutan lezat, setiap penjuru pasar dipenuhi dengan keharuman dan warna-warni buah-buahan segar.

Stand penjual sayur di Pasar Tamanan

b. Sayuran Organik

Lorong-lorong yang dikelilingi oleh tumpukan sayuran segar menjadi daya tarik tersendiri. Sayuran organik, seperti kangkung, bayam, dan tomat, menanti para pengunjung yang ingin membawa pulang kelezatan dan kesegaran alam.

2. Produk Lokal Khas Tulungagung

a. Kain Tenun dan Batik

Pasar Tamanan juga dikenal sebagai pusat kain tenun dan batik. Setiap gerai dipenuhi dengan kain-kain indah yang mencerminkan keahlian para pengrajin lokal. Motif tradisional yang khas Tulungagung memberikan sentuhan budaya yang kuat pada setiap karya.

b. Kerajinan Tangan Unik

Berbagai kerajinan tangan seperti tas anyaman, boneka tangan, dan aksesori unik juga dapat ditemukan di pasar ini. Setiap produk menggambarkan kecerdasan dan kreativitas para pengrajin lokal.

3. Kuliner Khas Tulungagung

a. Jajan Pasar Tradisional

Pasar Tamanan menyuguhkan berbagai jajan pasar tradisional yang lezat dan unik. Lemper, klepon, dan lupis adalah beberapa contoh jajanan khas Tulungagung yang dapat dinikmati para pengunjung.

Aneka jajanan tradisional yang dijual di Pasar Tamanan Tulungagung

b. Makanan Ringan Tradisional

Lorong-lorong di pasar ini dipenuhi dengan aroma makanan ringan tradisional yang menggoda selera. Mulai dari tempe mendoan hingga getuk, setiap sudut pasar menyajikan pilihan kuliner yang memuaskan.

4. Pakaian dan Aksesoris

a. Busana Tradisional

Pasar ini juga menjadi tempat yang ideal untuk mencari busana tradisional Jawa Timur. Mulai dari batik hingga kebaya, pengunjung dapat menemukan pilihan busana yang cantik dan berkualitas tinggi.

b. Aksesoris Unik

Gerai-gerai di Pasar Tamanan menawarkan beragam aksesoris seperti kalung, gelang, dan anting-anting dengan sentuhan lokal yang unik. Setiap aksesoris menceritakan cerita dan keindahan kultur Tulungagung.

Dengan keberagaman produk yang ditawarkan, Pasar Tamanan Tulungagung tidak hanya menjadi tempat untuk berbelanja, tetapi juga destinasi yang memperkaya pengalaman budaya dan kuliner bagi setiap pengunjungnya.

Bagian pasar yang khusus untuk kuliner menjadi pusat daya tarik tersendiri. Aroma masakan khas Tulungagung menguar di udara, mengundang pengunjung untuk mencicipi berbagai hidangan lezat. Warung-warung kecil dengan meja dan kursi sederhana menciptakan suasana yang hangat dan nyaman bagi para pelanggan.

Saya berada di stand-stand kuliner, tersedia Nasi Campur, Nasi Pecel, Mie Ayam, dan aneka masakan, jajanan serta minuman tradisional lainnya

Pasar Tamanan bukan hanya tempat untuk berbelanja, tetapi juga menjadi arena interaksi budaya yang akrab. Penduduk lokal yang ramah dan cerita-cerita tradisional yang mereka bagikan menciptakan pengalaman yang mendalam bagi para pengunjung yang ingin lebih memahami kehidupan sehari-hari masyarakat Tulungagung.

Pengelolaan Pasar Tamanan oleh Pemerintah Daerah Tulungagung mencerminkan komitmen untuk memajukan sektor perdagangan tradisional dan mendukung pertumbuhan ekonomi lokal. Berbagai kebijakan dan upaya dilakukan untuk meningkatkan kualitas pasar, memfasilitasi pedagang, dan menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan ekonomi. Satu hal yang berbeda yang saya temui di Tulungagung adalah minimarket seperti Alfamart dan Indomart tidak buka 24 jam di Tulungagung. Kalau pagi pun bukanya biasanya antara jam 7-8 pagi. Ini menunjukkan keberpihakan kepada pedagang kecil.

Seiring dengan perkembangan zaman, modernisasi infrastruktur pasar perlu dilakukan. Renovasi dan perbaikan fisik dilakukan untuk menciptakan lingkungan yang bersih, nyaman, dan aman bagi pengunjung. Pembangunan kios-kios yang teratur, penyediaan fasilitas sanitasi yang memadai, dan perbaikan tata ruang pasar merupakan langkah-langkah konkrit yang bisa dilakukan dalam rangka meningkatkan kualitas pasar.

Pemerintah Daerah Tulungagung mulai nampak melakukan upaya untuk meningkatkan keamanan di Pasar Tamanan. Penegakan aturan, termasuk perizinan dan standar kesehatan diawasi secara ketat untuk memastikan bahwa semua pedagang beroperasi dengan mematuhi norma-norma yang berlaku. Keamanan pasar menjadi prioritas untuk menciptakan lingkungan yang nyaman bagi pengunjung.

Dengan serangkaian kebijakan dan upaya ini, Pemerintah Daerah Tulungagung berupaya menjadikan Pasar Tamanan sebagai pusat perdagangan yang dinamis, berdaya saing, dan memberikan kontribusi positif bagi ekonomi lokal serta kesejahteraan masyarakat.

Pengelolaan Pasar Tamanan di masa mendatang akan dihadapkan pada sejumlah tantangan yang perlu diatasi untuk memastikan keberlanjutan dan peningkatan kualitas pasar. Beberapa tantangan tersebut melibatkan aspek ekonomi, sosial, teknologi, dan lingkungan. Tantangan ini yang harus segera diantisipasi dan dicarikan solusi oleh Pemerintah Daerah.

Meningkatnya penetrasi e-commerce dan globalisasi dapat menjadi tantangan serius bagi pasar tradisional seperti Pasar Tamanan. Perubahan pola belanja masyarakat yang beralih ke belanja online dapat mengurangi jumlah pengunjung pasar fisik. Oleh karena itu, pengelola pasar perlu menghadapi tantangan ini dengan meningkatkan daya tarik dan layanan pasar tradisional agar tetap bersaing.

Perubahan gaya hidup masyarakat, terutama yang berkaitan dengan preferensi belanja dan pola konsumsi, dapat memengaruhi permintaan di pasar tradisional. Jika masyarakat lebih memilih belanja di pusat perbelanjaan modern atau pusat perbelanjaan online, Pasar Tamanan perlu beradaptasi dengan menyediakan produk-produk yang sesuai dengan perubahan preferensi konsumen.

Perkembangan teknologi yang cepat menuntut pengelola pasar untuk terus memperbarui sistem manajemen dan infrastruktur teknologi di pasar. Penggunaan sistem manajemen berbasis teknologi yang canggih dapat membantu meningkatkan efisiensi operasional, pengelolaan stok, dan pelayanan kepada pelanggan.

Seiring dengan perkembangan zaman, maka tentu akan ada peningkatan biaya operasional, seperti pajak, sewa tempat, dan biaya utilitas. Hal ini dapat menjadi beban berat bagi pedagang di Pasar Tamanan. Pengelola pasar perlu mencari solusi untuk mengelola biaya operasional agar tetap terjangkau bagi pedagang, sambil tetap memastikan kualitas dan keberlanjutan pasar.

Pasar Tamanan perlu memperhatikan aspek keberlanjutan lingkungan. Pengelolaan limbah, efisiensi energi, dan penggunaan bahan ramah lingkungan dapat menjadi perhatian utama untuk menjaga keseimbangan antara pertumbuhan pasar dan dampak lingkungan yang mungkin terjadi.

Dengan kesadaran akan tantangan-tantangan ini, pengelola Pasar Tamanan dapat merancang strategi yang sesuai untuk menjawab perubahan dinamika pasar dan memastikan keberlanjutan serta relevansi pasar tradisional di tengah perubahan zaman. (Laila)

Skripsi Instan Menjelang Deadline: Refleksi dan Tawaran Perbaikan Manajemen Bimbingan Akademik

  "Sinergi yang baik antara sistem, budaya akademik, dan juga kebijakan kelembagaan yang adaptif, akan dapat menciptakan iklim bimbinga...