Gorontalo—Perkemahan Wirakarya
Nasional Perguruan Tinggi Keagamaan (PWN PTK) dan Olimpiade Agama, Sains dan Riset
(OASE) akan segera digelar kembali oleh Dirjen Pendis Kementerian Agama
Republik Indonesia melalui Direktorat PTKI tahun 2023 ini. Sesuai jadwal yang
telah disepakati bersama dalam Rakor Persiapan PWN PTK XVI dan OASE PTKI II
Tahun 2023 yang dilaksanakan secara online via Zoom, Minggu (12/03), bahwa PWN PTK
XVI akan dilaksanakan tanggal 22-27 Mei 2023 di IAIN Sultan Amai Gorontalo, dan
OASE II akan dilaksanakan tanggal 14-17 Juni 2023 di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Berbagai persiapan terus
dilakukan oleh Panitia Pusat maupun lokal Perguruan Tinggi yang ditunjuk. Dalam
rangka mematangkan persiapan pelaksanaan PWN PTK XVI dan OASE II, Direktur PTKI
mengundang Panitia Pusat, Panitia Daerah, para Wakil Rektor/Wakil Ketua III PTK, dan
perwakilan Pembina Gugus Depan PTK untuk melaksanakan Rapat Koordinasi
Pelaksanaan PWN PTK XVI Tahun 2023 di IAIN Gorontalo pada tanggal 9-11 April 2023. Tentu saja pembahasannya
tidak hanya seputar persiapan pelaksanaan PWN PTK XVI, tetapi juga membahas
tentang persiapan OASE II.
Pembukaan Rapat Koordinasi yang
digelar di Hotel Grand Q Kota Gorontalo tanggal 9 April 2023 ini berlangsung
dengan khidmat. Kegiatan diawali dengan pembukaan, dengan membaca ummul
kitab. Kemudian dilanjutkan dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya dan pembacaan
ayat suci Al-Qur’an. Sebelum laporan kegiatan disampaikan oleh Kasubdit Sarpras
dan Kemahasiswaan, Zulpan Syarif Supriadi Hasibuan, peserta Rakor dihibur dengan
penampilan Tari Saronde yang dibawakan oleh mahasiswa IAIN Sultan Amai
Gorontalo.
Dalam laporannya, Kasubdit Sarpras dan
kemahasiswaan menyampaikan bahwa tujuan
digelarnya kegiatan ini adalah untuk mendengarkan dan mengetahui progress
persiapan pelaksanaan PWN PTK XVI dari Tuan Rumah. Selain itu, kegiatan ini
juga bertujuan untuk mereview dan melakukan finalisasi Juknis dan Juklak yang
telah disusun beberapa waktu yang lalu. Hal yang tak kalah penting dari dilaksanakannya
kegiatan ini adalah untuk menyusun ToR dan RAB PWN PTK XVI yang belum selesai
dirumuskan mengingat hingga saat ini anggaran tersebut masih diblokir. Penyusunan
ToR dan RAB ini begitu penting karena menjadi salah satu syarat agar bisa
dilakukan pembukaan blokir, revisi anggaran dan proses memasukkan anggaran
tersebut dalam RKAKL IAIN Sultan Amai Gorontalo. Selain beberapa tujuan tersebut,
Zulpan juga menyampaikan bahwa Rakor kali ini juga dilakukan dalam rangka
meninjau lokus PWN PTK XVI yang berlokasi di Kampus II IAIN Sultan Amai
Gorontalo.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua
Forum Wakil Rektor/Wakil Ketua III PTKIN, Abdul Rozaki menyampaikan apresiasi
dan ucapan terima kasih kepada IAIN Sultan Amai Gorontalo yang telah bersedia
menjadi Tuan Rumah dan berkomitmen serta bersungguh-sungguh dalam menyiapkan kegiatan
ini dengan sebaik mungkin. “Dengan terpilihnya IAIN Sultan Amai Gorontalo
sebagai Tuan Rumah, diharapkan peserta PWN dapat menyapa bagian Timur Indonesia
melalui Gorontalo”, terang Rozaki.
“Setidaknya ada 3 nilai penting dalam
Pramuka yang perlu kita ketahui. Satu, kita kembali kepada jati diri kita
sebagai manusia. Ada 10 nilai yang ada dalam Dasa Dharma yang mengingatkan
kepada kita sebagai manusia agar memiliki pemikiran yang jernih dan memiliki jiwa
yang religius. Implikasi dari nilai ini, sejatinya relate dengan nilai/pilar
yang kedua, yakni kita makin mencintai alam ini. Melalui Pramuka, kita berupaya
kembali kepada jati diri kita sebagai manusia dengan menjaga dan melestarikan
alam ini, serta menjadikannya sebagai rumah bersama. Nilai yang ketiga dari
kegiatan Pramuka yang paling penting adalah bagaimana kita dapat merawat nilai
kemanusiaan kita dan hubungan kita dengan alam. Melalui PWN ini diharapkan
dapat mengembalikan marwah kemanusiaan kita”, pungkas Rozaki.
Sebagai Tuan Rumah, Rektor IAIN Sultan
Amai Gorontalo, Zulkarnain Suleman, berkesempatan menyampaikan welcome
speech kepada peserta Rakor. Dalam sambutannya, Zulkarnain menyampaikan
ucapan selamat datang kepada para peserta Rakor di Kota Serambi Madinah yang
mayoritas penduduknya Muslim. “Karena mayoritas Muslim, maka hampir tidak ada
makanan yang tidak halal di Gorontalo, orang-orang tidak ada yang berani
membuka kuliner yang non-halal di sini, karena bisa dipastikan tidak akan ada
yang mau membeli. Kalau pun ada, hanya sedikit sekali yang membeli. Oleh karena
itu, makanan di Gorontalo aman dari sisi kehalalannya, paling cuma pedas saja
yang menjadi masalah, karena tidak semua orang di luar Gorontalo suka pedas”,
terangnya.
Zulkarnain merasa bangga karena IAIN Sultan
Amai Gorontalo ditunjuk langsung oleh Menteri sebagai Tuan Rumah. “Sebagai tuan
rumah yang baik, kami berupaya memberikan suguhan-suguhan terbaik kepada para Bapak/Ibu
sekalian. Kami dan tim Reka Kerja, baik yang di Pusat maupun yang di Daerah
berupaya untuk menyiapkan dengan sebaik mungkin kegiatan ini. Meski demikian,
tidak menutup kemungkinan akan ada celah kekurangan dan kekhilafannya. Oleh karena
itu, melalui Rakor ini diharapkan dapat memberikan masukan-masukan terbaik
untuk kami dalam melaksanakan kegiatan PWN ini”, tutur Zulkarnain.
Saat ini, IAIN Sultan Amai Gorontalo
sedang menyiapkan alih status dari IAIN ke UIN. Berbagai upaya dilakukan agar
persyaratan alih status tersebut bisa segera terlengkapi, dan harapannya di
tahun ini juga bisa segera menjadi UIN. Saat ini, kekurangan persyaratan alih
status tersebut adalah kurangnya satu prodi unggul dan kurang satu Guru Besar
saja. Zulkarnain dalam sambutan penutupnya menyampaikan bahwa jika IAIN Sultan
Amai Gorontalo tahun depan masih dipercaya untuk menjadi tuan rumah event-event
nasional, harapannya IAIN akan sudah berubah menjadi UIN.
Dalam kegiatan Rakor ini, Direktur
PTKI, Ahmad Zainul Hamdi yang akrab dipanggil Inung, hadir untuk menyampaikan
sambutan, arahan sekaligus membuka secara resmi kegiatan Rakor. Dalam sambutannya,
Inung menyampaikan beberapa hal penting yang harus menjadi perhatian utama para
peserta Rakor.
Kegiatan PWN PTK merupakan event besar
nasional. Oleh karena itu, kegiatan ini membutuhkan anggaran yang sangat besar.
Berdasarkan informasi yang digali Inung melalui Subdit Sarpras dan Kemahasiswaan,
setidaknya dana pendamping yang disiapkan oleh Tuan Rumah sekitar 1 Milyar Rupiah,
dan kemungkinan bisa lebih dari itu, hingga 2 Milyar. Sementara dana yang
disiapkan dari pusat sekitar 2-3 Milyar, dan saat ini masih diblokir.
Dalam sambutannya, Inung mengajak
peserta Rakor untuk merenungkan, “kegiatan PWN PTK membutuhkan anggaran yang
begitu besar sekali, setidaknya anggaran pendamping dari Tuan Rumah ditambah
dengan anggaran Pusat, membutuhkan alokasi anggaran kurang lebih 5 Milyar. Kemudian
ditambah dengan anggaran yang dikeluarkan oleh masing-masing Satker PTK yang
mengikuti event ini, maka kira-kira kurang lebih 10 Milyar anggaran yang
digelontorkan untuk kegiatan ini. Pertanyaannya adalah, uang sebesar 10 Milyar
itu untuk apa? Jawaban pertanyaan ini perlu difikirkan dan itu penting menurut
saya. Apakah ini untuk membiayai kegiatan tiga hari tiga malam hanya untuk sekedar
tepuk tangan? Ataukah kita perlu berfikir lebih dari sekedar itu? Toh, dalam
Dasa Dharma Pramuka, hanya ada satu item yang memuat tentang kegembiraan, di
nomor yang ke-6, yakni: rajin, terampil dan gembira. Selebihnya tidak, silahkan
buka kembali Dasa Dharma Pramuka ”, jelasnya.
Lebih lanjut Inung mengatakan bahwa
pemilihan IAIN Sultan Amai Gorontalo sebagai Tuan Rumah PWN PTK XVI dan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai Tuan Rumah OASE II adalah bukan hasil pemilihan
dari dirinya, Pak Zulpan, maupun Pak Amir selaku Kasi Kemahasiswaan. Tetapi,
ini murni keputusan langsung dari Gusmen saat dirinya menghadap Gusmen dan
konsultasi terkait dengan pemilihan Tuan Rumah dari dua event besar nasional
tersebut.
Lebih jauh Inung mengajak Rektor dan
peserta Rakor untuk merenungkan, “Jika IAIN Sultan Amai Gorontalo tidak menjadi
tuan rumah PWN, uang sebesar 2 Milyar tersebut kemudian diinvestasikan sedemikian
rupa untuk membuat 1 saja prodi unggul, dan satu saja Guru Besar, bisa tidak
(diwujudkan untuk melengkapi kekurangan persyaratan alih status ke UIN)? Pasti
bisa!. Lalu, untuk apa kita menginvestasikan uang sebesar itu untuk PWN kalau
tidak lebih bermakna dari itu? Jadi, (PWN ini) harus lebih bermakna! Apalagi jumlahnya
sepuluh Milyar jika kita buat total semua anggarannya. Jadi, (kegiatan yang
menghabiskan anggaran) sepuluh Milyar itu harus lebih bermakna, jangan hanya
sekedar pindah tidur saja di kemah dan tanpa makna! Tolong ini difikirkan
bagaimana agar kemasan kegiatan ini nanti bisa bermakna dan berdampak”, tegas
Inung.
“Sekedar perbandingan saja (antara PWN
dengan kegiatan lain), misalkan kegiatan OASE, yang membutuhkan dana yang
kurang lebih sama, mahasiswa yang kita danai dan mereka pulang membawa
sertifikat kejuaraan, bisa digunakan untuk menunjang akreditasi. Kemudian ada
lagi, yakni PESONA, mahasiswa yang pulang dan membawa sertifikat kejuaraan,
bisa digunakan untuk menunjang akreditasi juga. AICIS juga demikian, tulisan
dosen yang terpublish, bahkan saya minta AICIS tahun ini agar berbeda degan
AICIS sebelumnya. AICIS tahun ini harus melibatkan seluruh jurnal internasional
terakreditasi yang dimiliki oleh PTKIN untuk terlibat dalam menyortir naskah. Sehingga
seluruh naskah yang terpilih di AICIS, potensial untuk terbit di jurnal internasional
terakreditasi. Sehingga hasil AICIS ini juga berdampak”, kata Inung.
Lebih lanjut, Inung meminta kepada Pak
Zulpan, Pak Amir, Rektor dan peserta Rakor agar merenungkan kembali, bagaimana
agar kegiatan PWN PTK menjadi bermakna dan berdampak. Untuk itu, Inung
menghimbau agar peserta Rakor merenungkan dan merumuskan daily rundown yang
ada dalam kegiatan PWN PTK itu nanti meliputi kegiatan apa saja? Kemudian menganalisis
apakah kegiatan yang membutuhkan anggaran besar tersebut nanti bermakna dan
berdampak atau tidak? “Minimal, kegiatan PWN PTK yang berlangsung kurang lebih
seminggu itu harus berdampak kepada masyarakat sekitar lokasi PWN PTK,
setidaknya memberikan keuntungan ekonomis dengan kehadiran kegiatan ini,
pastikan itu! Pastikan agar hadirnya kegiatan PWN PTK ini memberikan makna
kepada orang lain”, tegas Inung.
“Saya membayangkan bagaimana jika peserta
PWN PTK yang jumlahnya ribuan itu dapat membuat semacam deklarasi, yang
deklarasi itu bisa kita blow up secara besar-besaran di media, dan
kemudian itu menjadi suara yang kita desahkan, itu menurut saya juga luar
biasa! Masa Orde Baru, barangkali Pramuka belum begitu nampak perannya. Namun,
pasca reformasi, orang mulai menyadari bahwa ternyata Pramuka di
sekolah-sekolah menengah, mulai dari SMP hingga SMA, juga di Perguruan Tinggi, merupakan
unit kegiatan siswa atau kemahasiswaan yang paling tidak bisa diintervensi oleh
kelompok-kelompok Islam garis keras. (melihat fenomena ini) pada akhirnya kemudian
orang-orang yang dulu kurang suka dengan Pramuka, mulai merevitalisasi Pramuka
menjadi salah satu bagian dari kekuatan yang bisa kita gunakan untuk memastikan
bahwa Indonesia adalah sebagai rumah bersama”, harap Inung.
Lebih lanjut Inung mengatakan, “saat ini
muncul kelompok-kelompok orang yang memainkan isu sentimen agama untuk
mengkotak-kotak Indonesia. Selain itu, menjelang politic electoral,
banyak orang yang selalu memainkan politik identitas. Maka, menurut saya, ini
adalah saatnya untuk Pramuka bersuara, bahwa dia adalah salah satu garda
terdepan untuk menjadikan Indonesia sebagai rumah bersama dan melawan politik
identitas yang memecah belah, melawan sentimen keagamaan yang selalu meletakkan
Indonesia dan keislaman kita sebagai dua pilihan yang diperhadapkan, dengan
pertanyaan apakah kamu cinta Islam atau cinta Indonesia? Kita hari ini akan
berupaya membangun Pramuka bersama, dan dengan lantang menyatakan bahwa kita
semakin Islam, (kita juga) semakin mencintai Indonesia, memajukan Indonesia,
dan menjadikan Indonesia sebagai rumah bersama. Coba (apa yang terjadi) kalau
kita membuat deklarasi yang sehebat ini?”.
Lailatuzz Zuhriyah
Pembina Pramuka UIN SATU