Kamis, 10 Agustus 2023

TITIK PUSAT DUNIA: TRAVERSING TIME DI TUGU KHATULISTIWA PONTIANAK

 

Tugu Khatulistiwa Pontianak

Siang itu (21/07) cuaca cukup cerah di sekitar Kota Pontianak. Setelah membersamai mahasiswa mengikuti pembekalan KKN di Auditorium UNTAN bersama beberapa dosen pendamping dari Perguruan Tinggi lain, saya memutuskan untuk keluar kampus mencari makan siang di warung yang tidak jauh dari kampus UNTAN. Setelah makan siang selesai, saya memutuskan untuk pergi ke salah satu ikon Kota Pontianak yang namanya sangat terkenal sebagai penanda garis lintang nol derajat, yaitu Tugu Khatulistiwa.

Tugu Khatulistiwa terletak di Jalan Khatulistiwa, Kelurahan Batu Layang, Kecamatan Pontianak Utara, Kota Pontianak. Para wisatawan bisa mengunjungi Tugu ini dengan menaiki mobil travel atau Grab Car dari Pusat Kota Pontianak. Namun, saya sarankan pakai travel atau sewa kendaraan saja, karena jika anda menaiki Grab Car, anda akan bisa sampai sana, tetapi anda tidak akan menemukan Grab Car lagi di sana untuk perjalanan pulang. Pasalnya, untuk sampai Tugu Khatulistiwa, anda harus melewati jembatan Sungai Kapuas yang sangat padat pada pagi, siang dan sore hari. Sehingga karena kepadatan itu, jarang ada driver Grab Car yang mau mengambil pelanggan di wilayah yang melintasi jembatan tersebut. Kecuali jika Grab Car-nya mau anda minta untuk menunggu di sana. Selain Grab, anda juga bisa memanfaatkan layanan Maxim.


Tugu Khatulistiwa tepat di Titik Nol Derajat Garis Lintang

Perjalanan menuju Tugu Khatulistiwa bagi saya adalah perjalanan yang menawarkan pengalaman yang mampu membawa saya melewati batas waktu dan geografi. Ketika langit mendung atau cerah, Tugu Khatulistiwa menghadirkan suatu keajaiban yang langka. Inilah tempat di mana garis imajiner Khatulistiwa membelah Bumi menjadi dua bagian: Utara dan Selatan. Bagi banyak orang, merentas garis ini adalah lebih dari sekadar petualangan fisik; ini adalah perjalanan spiritual dan pemahaman mendalam tentang planet tempat kita tinggal.

Melangkah melintasi Tugu Khatulistiwa, terasa seolah waktu berlalu berbeda. Pengunjung akan merasakan sensasi tak tergambarkan ketika berdiri di persimpangan antara dua belahan Bumi yang berbeda ini. Cahaya matahari kadang kala memanjang atau menyusut. hal ini membawa kita dalam sentuhan dengan fenomena alam yang mengajak kita untuk merenung tentang kompleksitas ruang dan waktu.

Tidak hanya itu, perjalanan menuju Tugu Khatulistiwa  juga menawarkan pandangan yang luar biasa atas budaya dan sejarah Pontianak. Kota ini sendiri memiliki warisan yang kaya, sebagai tempat pertemuan berbagai etnis dan budaya yang menggabungkan pengalaman eksotis dengan perenungan mendalam. Seolah kita merasakan kekuatan penyatuan dan keragaman dalam perjalanan ini.

Jika anda ke Kota Pontianak, maka Tugu Khatulistiwa harus menjadi salah satu destinasi wisata yang harus anda kunjungi. Mengapa? Karena berkunjung ke Tugu Khatulistiwa adalah kesempatan untuk menjelajahi planet kita dengan cara yang unik dan mendalam, merasakan sentuhan ruang dan waktu di salah satu tempat paling istimewa di Bumi.


Susana siang hari di Tugu Khatulistiwa

Susana di Tugu Khatulistiwa Pontianak memiliki daya tarik dan pesona yang tak tertandingi. Saat tiba di sana, Anda akan merasakan aura magis yang terkait dengan titik di mana garis Khatulistiwa memotong Bumi. Berikut adalah gambaran tentang suasana di Tugu Khatulistiwa:

Keajaiban Geografis: Tugu Khatulistiwa adalah simbol penting dari pemisahan antara Belahan Utara dan Selatan Bumi. Anda akan merasakan ketegangan khusus ketika berdiri di sepanjang garis imajiner ini, merasa bahwa Anda benar-benar berada di "titik pusat dunia." Ini adalah tempat di mana fenomena alam dan geografi bertemu dalam harmoni unik.

Pemandangan Megah: Tugu Khatulistiwa sendiri adalah struktur yang megah dan mencolok. Menara tinggi yang dihiasi dengan simbol-simbol astronomi dan penandaan geografis menjadi latar belakang sempurna untuk foto-foto berkesan. Pemandangan di sekitarnya juga luar biasa, terutama saat matahari terbenam atau terbit, memberikan warna-warna indah di langit.

Atmosfer Spiritual: Banyak orang yang datang ke Tugu Khatulistiwa merasakan atmosfer spiritual. Tempat ini sering kali menjadi tujuan bagi mereka yang mencari momen refleksi dan ketenangan. Perasaan menghubungkan diri dengan planet dan alam semesta terasa kuat di sini, hal ini yang membuatnya menjadi tempat yang sempurna untuk merenung.

Aktivitas Interaktif: Di sekitar Tugu Khatulistiwa, Kita akan menemukan penanda dan papan informasi yang menjelaskan konsep geografis dan astronomi di balik Khatulistiwa. Ada juga aktivitas interaktif yang bisa Kita nikmati, seperti berfoto di garis Khatulistiwa yang ditandai di tanah atau menjalani pengalaman berdiri di dua belahan Bumi secara bersamaan.

Kemeriahan LokalTugu Khatulistiwa juga merangkul keunikan budaya setempat. Di sekitar monumen ini, pengunjung dapat menemukan berbagai toko suvenir dan tempat makan yang menawarkan cita rasa lokal. Pengunjung dapat merasakan budaya Kalimantan Barat melalui makanan, kerajinan tangan, dan barang-barang lainnya yang dijual di sekitar area tugu.

Pusat Informasi dan Pendidikan: Di sekitar Tugu Khatulistiwa, terdapat Pusat Informasi yang memberikan wawasan mendalam tentang garis Khatulistiwa, ilmu pengetahuan tentang fenomena astronomi, dan dampaknya terhadap alam dan kehidupan manusia. Pameran interaktif dan informasi ilmiah di pusat ini memberikan peluang belajar yang menarik bagi pengunjung.

Pemandangan Alam: Selain dari nilai simbolis dan budaya, Tugu Khatulistiwa juga menawarkan pemandangan alam yang menakjubkan. Terletak di tepi Sungai Kapuas, pengunjung dapat menikmati panorama sungai yang indah dan pemandangan sekitar yang hijau.

Sungai Kapuas yang terletak di sekitar area Tugu Khatulistuwa

Saat saya berjalan-jalan di sekitar area Tugu Khatulistiwa, mata saya tertarik oleh suatu objek yang tampak seperti bola dunia yang diletakkan dengan penuh perhatian di salah satu sudut area tersebut. Miniatur bola dunia ini adalah representasi yang lebih kecil dari planet Bumi yang kita tempati. Pada permukaannya, peta dunia dengan benua, negara, dan garis lintang serta garis bujur tergambar dengan rapi. Ini adalah refleksi dari kompleksitas dan keindahan planet kita.

Miniatur bola dunia yang ada di Tugu Khatulistiwa Pontianak dibuat oleh seorang seniman Indonesia bernama F. Widayanto. Ia merancang dan membuat miniatur tersebut pada tahun 1990. Miniatur ini menggambarkan bentuk Bumi dengan garis Khatulistiwa yang memotongnya menjadi dua belahan, yaitu Belahan Utara dan Selatan. Miniatur ini menjadi salah satu daya tarik utama bagi pengunjung Tugu Khatulistiwa untuk memahami konsep geografis dan astronomi yang terkait dengan garis Khatulistiwa.

Miniatur Bola Dunia di salah satu sudut area Tugu Khatulistiwa

Miniatur ini memiliki garis khatulistiwa yang jelas tergambar di atas permukaan. Ini adalah pengingat visual tentang garis imajiner yang membagi bumi menjadi dua belahan utara dan selatan. Menyaksikan garis khatulistiwa pada miniatur ini memberikan pandangan yang jelas tentang aspek geografis yang unik dan khusus dari tempat ini. Miniatur bola dunia ini tidak hanya menjadi objek lihat saja. Pengunjung dapat mengelilingi dan memeriksanya dari berbagai sudut. Ada rasa interaksi dengan miniatur ini, seperti membawa kita pada perjalanan virtual melintasi benua-benua dan samudra-samudra.

Miniatur Bola Dunia sebagai spot foto yang unik

Miniatur ini tidak hanya tentang geografi, tetapi juga mengandung unsur-unsur astronomi. Garis Khatulistiwa adalah garis imajiner yang sejajar dengan bidang ekliptika, di mana matahari tampak bergerak dalam perjalanan tahunan di langit. Miniatur ini membantu menjelaskan konsep ini secara visual. Terutama bagi anak-anak, miniatur bola dunia dapat menjadi alat edukatif yang efektif untuk mengajarkan mereka tentang konsep geografi dan astronomi dengan cara yang menyenangkan dan interaktif.

Banyak pengunjung memilih untuk berfoto di dekat miniatur ini. Bagi saya dan (mungkin) bagi para pengunjung, berfoto di miniatur ini mampu menciptakan kenangan yang tak terlupakan. Miniatur bola dunia ini menjadi latar belakang yang sempurna untuk momen-momen yang ingin diabadikan. Miniatur ini juga dapat mengirimkan pesan tentang pentingnya pemahaman akan geografi dan keterhubungan global. Ini mengajak kita untuk merenungkan tentang planet kita dan bagaimana kita berbagi ruang ini dengan semua makhluk di atasnya.

Miniatur Bola Dunia yang menggabungkan simbolisme, seni dan makna yang mendalam

Secara keseluruhan, miniatur bola dunia di Tugu Khatulistiwa bukan hanya sebuah objek visual menarik, tetapi juga alat pendidikan yang membantu pengunjung memahami konsep geografi dan astronomi dengan cara yang lebih nyata dan menarik. Bagi saya, miniatur bola dunia di area Tugu Khatulistiwa adalah cara yang indah untuk membawa pulang kenangan dari kunjungan ke tempat yang begitu berarti ini. Miniatur ini menggabungkan simbolisme, seni, dan makna yang mendalam dalam bentuk satu benda kecil yang akan diingat oleh para pengunjung yang berkunjung dan belajar di sini. (LZ)

Jumat, 04 Agustus 2023

EKSOTISME RUMAH RADAKNG, RUMAH ADAT DAYAK TERBESAR DI PONTIANAK

 

Rumah Radakng di Kota Pontianak Kalimantan Barat

Sore yang cerah, langit nampak berwarna biru dihiasi dengan awan kumulus berwarna putih yang menambah keindahan langit Pontianak kala itu. Selepas berkunjung ke Istana Kadariah Kesultanan Pontianak pada Kamis (20/07), saya bersama 3 orang dosen dari Universitas Papua berkunjung ke salah satu Rumah Tradisional khas Dayak di Pontianak. Orang Dayak menyebut rumah ini dengan istilah "Rumah Radakng". Kami biasa membaca tulisan tersebut dengan bacaan "Rumah Radang". Agak aneh bagi kami namanya, karena mirip dengan nama penyakit tenggorokan.

Rumah Radakng ini merupakan rumah suku Dayak Kayanatn terbesar yang ada di Kota Pontianak. Bangunan yang nampak di belakang foto saya tersebut memiliki panjang 138 meter, lebar 30 meter dan tinggi 7 meter. Modelnya yang memanjang, membuat rumah ini juga dijuluki dengan rumah panjang. Tidak hanya besar, tetapi halamannya juga sangat luas dengan landscape rerumputan hijau yang menambah keindahan rumah adat ini. Jaraknya tidak jauh dengan kampus UNTAN, kurang lebih 4,5 km. Jika kita mengendarai mobil, maka hanya butuh waktu sekitar 10 menit perjalanan.

Rumah Radakng yang panjang membentang dengan landscape rerumputan hijau

Rumah Radakng adalah rumah adat suku Dayak yang memukau dengan arsitektur khasnya. Terbuat dari kayu ulin yang kuat dan tahan lama, rumah ini memiliki bentuk unik dengan atap yang melengkung seperti perahu terbalik. Tidak hanya merupakan tempat tinggal, Rumah Radakng juga berfungsi sebagai pusat kehidupan sosial dan ritual suku Dayak. Rumah ini menjadi simbol keberagaman budaya dan kekayaan tradisional suku Dayak yang mendiami wilayah tersebut.

Rumah Radakng memiliki lantai panggung yang terbuat dari bambu dan dihiasi dengan motif ukiran yang indah di dalamnya. Hal ini mencerminkan seni dan keterampilan para penghuninya. Tidak ada pemisah dinding antara ruang tamu, dapur, dan kamar tidur, menggambarkan kebersamaan dan kesatuan masyarakat Dayak.

Rumah Radakng menjadi tempat berkumpulnya seluruh anggota keluarga dan komunitas. Di tengah rumah terdapat tiang utama yang disebut "sading," melambangkan pusat kehidupan dan identitas suku Dayak. Tradisi turun-temurun dan pengetahuan leluhur dijaga dengan sungguh-sungguh di Rumah Radakng. Cerita-cerita, lagu, tarian, dan mitos yang diceritakan secara lisan telah mengalir dari generasi ke generasi.

Arsitektur Rumah Radakng yang eksotis dan berbahan dasar alam

Selain menjadi tempat berteduh dan beristirahat, Rumah Radakng juga digunakan untuk berbagai upacara adat dan ritual suku Dayak. Salah satu ritual yang sering diadakan di sini adalah "Gawai Dayak," sebuah perayaan penting untuk menyambut panen baru, pertukaran budaya, serta berdoa untuk keselamatan dan kesejahteraan.

Rumah Radakng juga menyimpan kearifan lokal dalam hal pemanfaatan sumber daya alam dan ekosistem yang lestari. Suku Dayak telah hidup secara harmonis dengan alam sejak dahulu kala dan terus menjaga kelestariannya hingga sekarang. Sayangnya, seiring berjalannya waktu dan modernisasi, banyak Rumah Radakng yang telah digantikan oleh bangunan modern. Namun, beberapa komunitas masih berusaha mempertahankan warisan budaya ini sebagai bentuk identitas dan kebanggaan mereka.


Dokumentasi peresmian Rumah Radakng oleh Gubernur Cornelis pada tahun 2013

Miniatur rumah adat dayak ini berada di Komplek Perkampungan Budaya, Jalan Sutan Syahrir, Kota Baru Pontianak, Kalimantan Barat. Rumah panjang ini menjadi ikon Kota Pontianak, selain Tugu Khatulistiwa. Ikon baru ini diresmikan oleh Gubernur Kalimantan Barat, Cornelis pada Tahun 2013.

Diresmikannya rumah adat oleh Gubernur Cornelis ini diharapkan menjadi simbol harapan bagi masyarakat Kalimantan Barat untuk terus menghargai dan melestarikan warisan budaya yang tak ternilai. Melalui peristiwa ini, kesadaran akan pentingnya menjaga identitas budaya dan kearifan lokal semakin kuat, dan diharapkan akan menjadi inspirasi bagi generasi mendatang untuk terus mencintai dan merawat akar budaya yang luhur.

Rumah Radakng, layaknya rumah adat yang lain, tidak lepas dengan makna filosofis dalam setiap arsitekturnya. Rumah radakng memiliki makna filosofis yang sangat mendalam dan mencerminkan kearifan lokal suku Dayak di Kalimantan Barat. Beberapa makna filosofisnya antara lain:
  1. Keharmonisan dengan Alam: Arsitektur Rumah Radakng yang terintegrasi dengan lingkungan alamnya mencerminkan keharmonisan antara manusia dan alam. Rumah ini dibangun dengan mempertimbangkan tata letak yang tepat, sirkulasi udara yang baik, dan bahan-bahan alami seperti kayu dan bambu. Ini menggambarkan sikap menghormati dan hidup selaras dengan alam yang menjadi aspek penting dalam kehidupan suku Dayak.
  2. Kebersamaan dan Solidaritas: Rumah Radakng yang memiliki ruang terbuka tanpa pemisah dinding mencerminkan nilai kebersamaan dan solidaritas dalam komunitas suku Dayak. Rumah ini merupakan tempat berkumpulnya seluruh anggota keluarga dan komunitas untuk berbagi cerita, tukar pikiran, serta merayakan momen penting seperti upacara adat dan perayaan bersama.
  3. Identitas Budaya: Rumah Radakng merupakan simbol identitas budaya suku Dayak. Bentuk dan desainnya yang unik menjadi ciri khas yang membedakan suku Dayak dengan budaya lain. Rumah ini mengandung nilai-nilai dan tradisi yang diwariskan dari generasi ke generasi, sehingga memperkuat ikatan antaranggota komunitas dan mempertahankan jati diri suku Dayak.
  4. Keterhubungan dengan Leluhur: Rumah Radakng sering digunakan sebagai tempat untuk mengadakan upacara adat dan ritual keagamaan yang berhubungan dengan leluhur dan roh nenek moyang. Hal ini mencerminkan keyakinan dan penghormatan suku Dayak terhadap leluhur mereka serta keyakinan akan adanya keterhubungan spiritual dengan generasi sebelumnya.
  5. Keberlanjutan Budaya: Rumah Radakng sebagai rumah adat yang masih digunakan secara tradisional membawa makna filosofis tentang keberlanjutan budaya. Rumah ini menjadi medium untuk mempertahankan dan merawat kearifan lokal, seni, dan tradisi suku Dayak agar tetap hidup dan relevan di tengah-tengah perubahan zaman dan modernisasi.
Rumah Radakng dihiasi dengan patung burung

Patung burung dalam Rumah Radakng memiliki makna simbolis dan kultural yang dalam bagi suku Dayak. Burung sering kali dianggap sebagai simbol spiritual yang mempunyai peran penting dalam kehidupan dan kepercayaan masyarakat Dayak. Berikut beberapa makna patung burung dalam Rumah Radakng:
  1. Simbol Kehidupan dan Kebebasan: Burung sering dianggap sebagai simbol kehidupan dan kebebasan. Patung burung dalam Rumah Radakng dapat menggambarkan keinginan masyarakat Dayak untuk hidup dengan damai dan bebas, serta menghargai kehidupan alamiah yang ada di sekitar mereka.
  2. Simbol Pelindung dan Penghubung dengan Leluhur: Bagi suku Dayak, burung sering dianggap sebagai pelindung dan penjaga dari roh leluhur. Patung burung dalam Rumah Radakng dapat berfungsi sebagai penghubung antara manusia dan roh nenek moyang mereka, serta membawa perlindungan terhadap rumah dan anggota komunitasnya.
  3. Simbol Penerangan dan Panduan Rohani: Dalam kepercayaan Dayak, burung sering dianggap sebagai makhluk spiritual yang memiliki kemampuan untuk membawa pesan dari dunia roh. Patung burung dalam Rumah Radakng dapat dianggap sebagai penerangan dan panduan rohani bagi masyarakat, membantu dalam memahami dan menavigasi kehidupan dan alam batin mereka.
  4. Simbol Keterhubungan dengan Alam: Burung merupakan makhluk yang hidup bebas di alam liar dan memiliki keterhubungan erat dengan alam. Patung burung dalam Rumah Radakng mengingatkan masyarakat Dayak akan pentingnya menjaga keseimbangan dan harmoni dengan alam serta memahami dan menghargai peran penting burung dan makhluk lain dalam ekosistem.
  5. Simbol Mitologi dan Cerita Tradisional: Burung seringkali menjadi bagian penting dalam mitologi dan cerita tradisional suku Dayak. Patung burung dalam Rumah Radakng dapat merepresentasikan karakter-karakter dalam cerita-cerita tersebut, menghidupkan kembali dan mempertahankan aspek-aspek budaya lisan dari suku Dayak.
  6. Simbol Kekuatan dan Keindahan Seni: Patung burung dalam Rumah Radakng juga dapat dilihat sebagai ekspresi seni yang indah dan bermakna. Bentuk dan detail patung burung mencerminkan keahlian seni dan keterampilan tangan masyarakat Dayak, serta menghargai keindahan dalam estetika budaya mereka.
Perlu untuk diketahui bahwa makna patung burung dalam Rumah Radakng dapat bervariasi tergantung pada tradisi dan kepercayaan setiap kelompok suku Dayak. Meskipun ada makna umum yang sering terkait dengan simbolisme burung, penting bagi kita untuk menghormati dan memahami konteks budaya dan kepercayaan masyarakat setempat saat menginterpretasi simbol dan makna dari patung burung dalam Rumah Radakng.

Melalui Rumah Radakng ini, masyarakat suku Dayak menjaga dan menghargai nilai-nilai budaya, identitas, dan kearifan lokal mereka. Rumah adat ini menjadi lambang keberagaman dan kekayaan budaya Kalimantan Barat yang layak dijaga dan dilestarikan untuk masa depan generasi mendatang. (LZ)


Selasa, 01 Agustus 2023

MENELISIK INDAHNYA ISTANA KADARIAH DAN MASJID JAMI' KESULTANAN PONTIANAK

 

Halaman Istana Kadariah Kesultanan Pontianak Kalimantan Barat

Tugas dinas merupakan salah satu kesempatan yang benar-benar saya manfaatkan untuk mengenal destinasi wisata di Indonesia. Destinasi wisata yang saya maksud tidak harus destinasi wisata yang berupa tempat hiburan, namun juga wisata sejarah, religi, budaya, dan tak ketinggalan wisata kuliner.

Hari itu (20/07), selepas kegiatan pembukaan KKN Kebangsaan yang digelar di Stadion Universitas Tanjungpura (UNTAN) Pontianak Kalimantan Barat, saya bersama para tamu undangan dari berbagai PTN dan beberapa PTKN se-Indonesia dijamu oleh tuan rumah untuk menikmati hidangan khas Pontianak di Ruang Konferensi UNTAN. Sembari menikmati hidangan, kawan-kawan semeja dari kampus lain sempat membahas rencana mereka untuk berkeliling Pontianak mengunjungi beberapa tempat yang menjadi ikon Kota Pontianak. Rata-rata, perwakilan dari masing-masing PTN/PTKN yang mengantarkan mahasiswa adalah 3-5 orang, sementara saya sendirian mengantar mahasiswa. Namun, itu tak menjadi masalah bagi saya, karena saya sudah terbiasa untuk bepergian sendiri. Dalam hati, terbersit ingin mengunjungi tempat-tempat wisata di Pontianak juga layaknya mereka.

Setelah selesai ramah-tamah, saya dan para tamu undangan diantar kembali ke penginapan, kebetulan saya menginap di Hotel Mercure yang jaraknya tidak jauh dari kampus UNTAN. Begitu sampai penginapan, saya bergegas untuk bersih-bersih, ganti baju, ganti sandal, menyiapkan tas slempang kecil yang biasanya saya gunakan untuk jalan-jalan, yang isinya cukup untuk memasukkan dompet, HP dan tongsis. Segera saya turun ke lobby hotel, memesan grab car, dan sekitar 5 menit kemudian grab car datang menjemput. Perjalanan kami tempuh kurang lebih 20 menit untuk bisa sampai ke komplek Istana Kadariah Kesultanan Pontianak.

Kemacetan di Jembatan Kapuas Kota Pontianak
Jembatan Kapuas Kota Pontianak

Saya begitu menikmati perjalanan menuju Istana. Kota Pontianak yang sangat bersih dan rapi membuat suasana menjadi makin indah. Setelah 5 menit perjalanan, saya melintasi Jembatan Kapuas, yakni jembatan yang hubungkan Kota Pontianak dengan beberapa kabupaten d Kalimantan Barat. Sebenarnya jarak Istana dengan penginapan cukup dekat, namun yang membuat perjalanan menjadi lama adalah ketika melintas di jembatan ini. Kemacetan kerap kali terjadi. Pasalnya, jembatan ini tidak terlalu lebar dan digunakan untuk dua arah. Mayoritas orang-orang yang melintas adalah orang-orang dari beberapa Kabupaten di Kalimantan Barat yang mencari penghidupan di Kota Pontianak.

Sepanjang perjalanan, driver Grab bercerita bahwa setiap pagi dan sore jembatan ini selalu padat. Oleh sebab itu, sangat jarang sekali driver Grab Car yang mau melintas ke sana dengan alasan kemacetan tersebut. Oleh karena itu, jika ada wisatawan yang menginap di sekitar Kota Pontianak dan ingin berwisata di lokasi yang melintasi jembatan tersebut, siap-siap pulangnya akan kesulitan mencari grab. Hal ini karena di sekitar sana tidak ada Grab. Jadi, ketika kita memesan Grab dari sana, maka aplikasi Grab akan mencarikan driver dari kota Pontianak, dan rata-rata driver di Kota tidak akan mau ke sana. Saya pun langsung punya firasat buruk bahwa saya akan sulit untuk kembali lagi ke penginapan, karena akan kesulitan mencari grab dari sana. Pada akhirnya, firasat saya benar. Setalah perjalanan saya keliling istana dan Masjid Jami' selesai, saya mulai kesulitan memesan Grab Car. Untungnya, saat itu bertemu kawan-kawan dosen Universitas Papua yang juga ke Istana diantar oleh dosen UNTAN menggunakan mobil pribadi, dan saya meminta izin ke mereka agar bisa ikut kembali ke penginapan.

 
Interior Istana Kadariah Kesultanan Pontianak

Setelah perjalanan yang cukup padat menuju Istana, akhirnya saya tiiba di Istana. Saya menyapa dua penjaga Istana yang sedang duduk sambil ngopi di serambi Istana. Mereka berdua menghampiri saya, bertanya nama dan asalnya dari mana, sambil mengarahkan saya untuk mengisi buku tamu. Setelah selesai megisi buku tamu, saya disilahkan untuk memasuki Istana sambil ditemani oleh salah satu penjaga. Penjaga tersebut sekilas bercerita tentang sejarah dan perkembangan Kesultanan ini. Bagian dalam Istana ini dipenuhi dengan interior yang serba kuning dan hijau. Nampak beberapa foto dan silsilah keturunan Kesultanan dipajang di dinding. Tidak hanya itu, baju adat, senjata tradisional, dan beberapa koleksi kuno peninggalan Kesultanan lainnya juga dipajang.


Berdasarkan beberapa informasi yang saya dapatkan dari penjaga, dokumentasi istana, juga Ibu Permaisuri Ratu Laila (Istri Sultan Pontianak VIII), sejarah Istana Kadariah bermula pada abad ke-18 ketika Syarif Abdurrahman Alkadrie, seorang ulama dan tokoh agama asal Hadhramaut, Yaman, datang ke wilayah Pontianak pada tahun 1771. Ia kemudian mendirikan Kesultanan Pontianak dan menjadi Sultan pertama dengan gelar Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie I.

Istana Kadariah merupakan simbol kekuasaan dan keberadaan Kesultanan Pontianak yang kaya akan sejarah dan budaya. Bangunan istana ini memiliki arsitektur yang unik dengan sentuhan gaya Melayu dan Islam. Meskipun telah mengalami berbagai renovasi dan perbaikan sepanjang sejarahnya, tetapi ciri khas dan karakteristik gaya bangunan aslinya tetap dipertahankan.

Beberapa bagian dari Istana Kadariah yang menarik untuk dikunjungi antara lain:
  1. Balairung Seri (Aula Utama): Aula utama istana, di mana para penguasa Kesultanan Pontianak menerima tamu, mengadakan upacara, dan pertemuan penting lainnya. Balairung Seri dihiasi dengan ukiran-ukiran indah dan ornamen-ornamen tradisional yang mencerminkan kekayaan seni dan budaya Melayu.
  2. Ruangan Pangeran Muda: Ruangan ini menjadi tempat tinggal dan tempat kerja Pangeran Muda, yang merupakan gelar bagi pewaris tahta Kesultanan Pontianak.
  3. Perpustakaan: Istana Kadariah juga memiliki perpustakaan yang berisi koleksi buku-buku bersejarah dan manuskrip kuno tentang budaya dan sejarah Kesultanan Pontianak.
  4. Taman dan Kebun: Selain bangunan utamanya, Istana Kadariah juga dikelilingi oleh taman yang indah dan kebun yang hijau, menciptakan lingkungan yang nyaman dan menenangkan.
Hingga saat ini, Istana Kadariah telah menjadi salah satu objek wisata sejarah dan budaya yang penting di Pontianak. Wisatawan dapat mengunjungi istana ini untuk mengenal lebih dekat sejarah Kesultanan Pontianak serta mengagumi keindahan arsitektur dan seni tradisional yang terkandung dalam bangunannya.

Interior Istana Kadariah yang dihiasai dengan ornamen dan pajangan di dinding

Arsitektur Istana Kadariah di Pontianak mencerminkan pengaruh gaya Melayu dan Islam yang kental. Bangunan tersebut dibangun dengan material kayu dan dihiasi dengan ukiran-ukiran artistik yang rumit. Dinding dan atap istana sering dihiasi dengan hiasan geometris dan flora, menciptakan sebuah tampilan yang megah dan khas gaya arsitektur Melayu.

Sebagai bangunan yang merupakan pusat pemerintahan dan tempat kediaman keluarga kerajaan, arsitektur Istana Kadariah juga menggambarkan kekuasaan, keagungan, dan kemakmuran Kesultanan Pontianak pada masa lalu. Nilai filosofis yang melekat dalam arsitektur Istana Kadariah antara lain:

  1. Simbol Kekuasaan: Bentuk dan desain yang megah mencerminkan otoritas dan kekuasaan sultan sebagai penguasa tertinggi Kesultanan Pontianak. Bangunan tersebut juga mengkomunikasikan keberadaan institusi pemerintahan yang kuat dan stabil.
  2. Penghormatan Terhadap Tradisi: Istana Kadariah merupakan simbol penting dari warisan budaya dan sejarah Kesultanan Pontianak. Keberadaan dan pemeliharaan arsitektur Melayu-Islam di dalamnya menunjukkan penghormatan terhadap tradisi dan nilai-nilai leluhur.
  3. Keharmonisan dengan Alam: Beberapa elemen arsitektur tradisional Melayu seperti atap yang melengkung dan penggunaan kayu menunjukkan keterkaitan bangunan dengan alam sekitar. Filosofi ini mencerminkan pentingnya keberadaan manusia dalam keseimbangan dengan lingkungan alaminya.
  4. Simbol Identitas Budaya: Arsitektur Istana Kadariah mencerminkan identitas budaya Melayu dan Islam yang khas dari wilayah Kalimantan Barat. Bangunan tersebut menjadi simbol kebanggaan dan jati diri bagi masyarakat setempat.
Nilai-nilai filosofis ini memiliki arti penting dalam memahami makna dan peran arsitektur Istana Kadariah di dalam konteks sejarah dan budaya Kesultanan Pontianak. Pengenalan nilai-nilai ini juga dapat memberikan wawasan lebih dalam tentang bagaimana arsitektur dapat menjadi cermin dari budaya dan peradaban suatu masyarakat.

Masjid Jami' Sultan Syarif Abdurrahman Pontianak

Setelah puas berkeliling Istana, berikutnya saya mulai menuju Masjid Jami' Kesultanan Pontianak yang letaknya tidak jauh dari Istana. Masjid Jami Istana Kadariah, juga dikenal sebagai Masjid Raya Mujahidin, adalah salah satu masjid yang bersejarah di Pontianak, Kalimantan Barat, Indonesia. Masjid ini terletak di kompleks Istana Kadariah dan merupakan salah satu bangunan bersejarah yang mencerminkan nilai budaya, agama, dan sejarah Kesultanan Pontianak.

Sejarah Masjid Jami Istana Kadariah Pontianak dimulai pada masa pemerintahan Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie I. Masjid ini dibangun pada awal abad ke-19 sebagai pusat ibadah utama bagi keluarga kerajaan dan masyarakat sekitar. Arsitektur masjid mencerminkan gaya arsitektur Melayu-Islam yang kental pada waktu itu.

Perkembangan selanjutnya pada masjid ini terjadi di masa pemerintahan Sultan Syarif Muhammad Alkadrie pada pertengahan abad ke-19. Pada masa ini, Masjid Jami Istana Kadariah mengalami renovasi besar-besaran yang memperluas bangunannya dan menambahkan beberapa sentuhan arsitektur baru.

Masjid ini menjadi pusat aktivitas keagamaan dan kebudayaan di wilayah Pontianak. Selain digunakan untuk salat lima waktu dan ibadah Jumat, masjid juga digunakan sebagai tempat penyelenggaraan acara keagamaan dan perayaan Hari Raya Islam, seperti Idul Fitri dan Idul Adha.

Selama masa kolonial Belanda, Kesultanan Pontianak mengalami penurunan kekuasaan dan wilayahnya sempit. Meskipun demikian, Masjid Jami Istana Kadariah tetap berfungsi sebagai pusat kegiatan keagamaan dan menjadi lambang keteguhan dan keberlanjutan agama Islam di wilayah tersebut.Seiring berjalannya waktu dan pergantian penguasa, Masjid Jami Istana Kadariah terus mengalami perawatan dan renovasi untuk menjaga keaslian dan integritas arsitektur aslinya. Masjid ini juga menjadi tujuan wisata sejarah yang menarik bagi wisatawan lokal maupun internasional yang tertarik untuk memahami sejarah dan budaya Kesultanan Pontianak.

Sebagai sebuah landmark penting, Masjid Jami Istana Kadariah Pontianak menjadi simbol bersejarah yang menggambarkan peran penting Islam dalam pembentukan sejarah dan budaya di wilayah Kalimantan Barat. Arsitektur Masjid Sultan Syarif Abdurrahman di Pontianak memiliki banyak makna filosofis yang mencerminkan nilai-nilai agama, budaya, dan sejarah. Berikut adalah beberapa makna filosofis dari arsitektur masjid ini:

  1. Simbol Kebesaran Allah: Arsitektur masjid ini mencerminkan simbol kebesaran Allah SWT. Kubah besar, menara, dan bentuk bangunan yang megah menggambarkan keagungan dan kebesaran Tuhan. Kubah pada masjid ini biasanya dibuat melengkung ke atas, mencerminkan sifat-Nya yang tinggi dan mulia.
  2. Harmoni dan Keseimbangan: Masjid Sultan Syarif Abdurrahman didesain dengan memperhatikan prinsip harmoni dan keseimbangan. Proporsi dan simetri yang tepat dalam desain bangunan menciptakan suasana yang tenang dan damai. Filosofi ini mencerminkan pentingnya mencari keseimbangan dalam hidup dan hubungan manusia dengan Tuhan dan alam semesta.
  3. Penghormatan terhadap Budaya Melayu: Arsitektur masjid ini merupakan perpaduan dari gaya arsitektur Melayu dan Islam. Kedua gaya ini dipadukan dengan harmonis, menggambarkan keselarasan dan kesatuan antara budaya lokal dengan nilai-nilai agama Islam.
  4. Tempat Persatuan dan Kebhinekaan: Sebagai masjid besar di Pontianak, masjid ini menjadi tempat persatuan dan kebhinekaan. Umat Muslim dari berbagai latar belakang etnis dan budaya berkumpul di sini untuk beribadah dan merayakan peristiwa keagamaan bersama. Hal ini mencerminkan nilai pentingnya persatuan dan toleransi dalam masyarakat yang beragam.
  5. Warisan Sejarah dan Identitas Budaya: Masjid Sultan Syarif Abdurrahman merupakan bagian dari warisan sejarah dan identitas budaya Kesultanan Pontianak. Masjid ini menjadi simbol penting dari peradaban dan nilai-nilai yang telah diwariskan dari generasi ke generasi.
  6. Tempat Pembelajaran dan Pendidikan: Selain sebagai tempat ibadah, masjid ini juga digunakan sebagai tempat pembelajaran agama dan pusat pendidikan. Masjid sering menjadi tempat pengajaran Al-Quran, tafsir, dan ilmu agama lainnya, mencerminkan makna filosofis sebagai pusat pengetahuan dan spiritualitas.
  7. Simbol Kedermawanan: Masjid Sultan Syarif Abdurrahman juga merupakan tempat untuk melakukan kegiatan sosial dan kemanusiaan, seperti pemberian makanan kepada fakir miskin dan kegiatan amal lainnya. Ini mencerminkan nilai-nilai kedermawanan dan kepedulian sosial dalam agama Islam.
Dengan begitu banyak makna filosofis yang tertanam dalam arsitektur Masjid Sultan Syarif Abdurrahman, bangunan ini menjadi lebih dari sekadar tempat ibadah, tetapi juga simbol keagungan, kebersamaan, dan warisan budaya dan sejarah yang bernilai tinggi bagi masyarakat Pontianak dan seluruh Indonesia.

AWAL PERTAMA TINGGAL DI TULUNGAGUNG DAN SERUNYA BERBELANJA DI PASAR TRADISIONAL TAMANAN TULUNGAGUNG

Saya dan Zidan (anak saya) di Alun-Alun Tulungagung saat masih seminggu tinggal di Tulungagung,   dan Zidan masih berumur 1 tahun Sudah menj...