Jumat, 01 April 2011

DUALITAS STRUKTRUR DAN AGENCY PERSPEKTIF ANTHONY GIDDENS

PENGANTAR

Pemikiran filsafat dan sosiologi selalu berkembang seiring dengan perkembangan jaman dengan munculnya cendekiawan-cendekiawan baru. Diantara mereka ada yang mendukung teori-teori lama lalu menyempurnakannya dan diantaranya lagi menentang teori lama dengan segenap alasannya yang logis. Diantara mereka adalah Anthony Giddens, seorang sosiolog ternama asal Inggris. Ia dikenal dengan teori strukturasinya, di mana argumen utamanya adalah bahwa antara subjek dan objek, antara strukur dan agensi bukannya bersifat dualisme (pertentangan) melainkan bersifat dualistik.
Giddens mencoba menolak dualisme yang selama ini di dengungkan oleh Descartes dan beberapa filsuf lain. Baginya struktur merupakan bagian integral dari suatu agency, bukan bersifat eksternal. Antara keduanya ada kaitan yang saling berhubungan. Bicara masalah struktur dan agency, semuanya tidak hadir dalam ruang dan waktu yang kosong, artinya bahwa tidak ada tindakan perilaku sosial tanpa ruang dan waktu. Semuanya ada dalam ruang dan waktu.
Dalam makalah singkat ini, penulis berusaha memotret pemikiran Anthony Giddens ini dengan sesederhana mungkin supaya lebih mudah dipahami, mengingat bahasan teori strukturasi dalam buku Giddens ini tergolong agak sulit dipahami. Makalah ini akan dimulai dengan membahas biografi Giddens, yang kemudian dilanjutkan dengan pemikiran strukturasinya dan beberapa point penting lainnya.

PEMBAHASAN

A. Biografi Anthony Giddens
Anthony Giddens dilahirkan di Edmonton, London utara, Inggris pada tanggal 18 Januari 1938. Ia adalah sosiolog asal Britania Raya. Giddens belajar di Universitas Hull, di the London School Economics, dan di Universitas London. Tahun 1961 ia diangkat menjadi dosen di Universitas Leicester. Karya awalnya bersifat empiris dan memusatkan perhatian pada masalah bunuh diri. Tahun 1969, ia beralih jabatan menjadi dosen sosiologi di Universitas Cambridge dan sebagai anggota King’s College. Ia terlibat dalam studi tentang pencampuran kultur, menghasilkan bukunya yang pertama yang mencapai penghargaan internasional, berjudul The Class Structure of Advanced Societies (1975).
Selama dekade berikutnya, ia menerbitkan sejumlah karya teoritis penting. Dalam karya-karyanya itu selangkah demi selangkah ia mulai membangun perspektif teoritisnya sendiri, yang terkenal sebagai teori strukturasi. Tahun 1984 karya Giddens mencapai puncaknya dengan terbitnya buku The Constitution of Society : Outline of the Theory of Society, yang merupakan pernyataan tunggal terpenting tentang perspektif teoritis Giddens. Tahun 1985 ia diangkat menjadi Profesor Sosiologi di Universitas Cambridge.
Giddens berpengaruh dalam teori sosiologi lebih dari dua dekade. Ia pun berperan penting dalam membentuk sosiologi Inggris masa kini. Salah satunya, ia menjadi konsultan editor dua perusahaan penerbitan. Macmillan dan Hutchinson. Lebih penting lagi, ia adalah salah seorang pendiri Polity Press, sebuah perusahaan penerbitan yang sangat aktif dan berpengaruh terutama dalam teori sosiologi. Giddens pun menerbitkan Sociology (1987), sebuah buku ajar yang ditulisnya menurut gaya Amerika, yang mencapai sukses di seluruh dunia.
Di 1980-an, karir Giddens mengalami serangkaian perubahan menarik. Beberapa tahun terapi menggiringnya kepada ketertarikan yang lebih besar terhadap kehidupan personal dan buku-buku seperti Modernity and Self-Identity (1991) dan The Transformation of Intimacy (1992). Terapi juga memberikan kepadanya kepercayaan diri untuk menjalankan peran publik serta menjadi salah seorang penasehat Perdana Menteri Inggris Tony Blair. Pada 1997 beliau menjabat sebagai direktur London School of Economic (LSE), sebuah sekolah yang sangat disegani. Beliau memperkuat reputasi akademis LSE dan pengaruhnya dalam wacana publik baik di Inggris maupun di seluruh dunia. Ada beberapa suara yang menyatakan semua ini yang mengakibatkan kemunduran kemampuan akademis Giddens (karyanya di 1990-an kurang dan membingungkan dibanding karya terdahulunya). Tapi beberapa waktu kemudian, beliau kembali berkonsentrasi untuk menjadi kekuatan yang patut dipertimbangkan di masyarakat.

B. Teori Strukturasi Anthony Giddens
Untuk memahami teori Giddens, setidaknya mempelajari pandangan-pandangannya terhadap teori fungsionalisme dan strukturalisme. Yang paling inti dalam memahami strukturasi Giddens adalah kritik kerasnya atas gejala dualisme yang melekat dalam berbagai teori, khususnya dua teori di atas. Ia tidak setuju dengan dualisme struktur dan pelaku, namun ia lebih menekankan apa yang ia sebut dengan dualitas. Atas fakta struktur dan pelaku bukanlah sesuatu yang saling menegasikan atau bertentangan, tapi keduanya saling mengandaikan.
Menurut Giddens, teori strukturasi merupakan teori yang menepis dualisme (pertentangan) dan mencoba mencari pertautan setelah terjadi pertentangan tajam antara struktur fungsional dengan konstruksionisme-fenomenologis. Ada dua pendekatan yang kontras bertentangan dalam memandang realitas sosial. Pertama, pendekatan yang terlalu menekankan pada dominasi struktur dan kekuatan sosial (seperti, fungsionalisme Parsonian dan strukturalisme, yang cenderung ke obyektivisme). Kedua, pendekatan yang terlalu menekankan pada individu (seperti, tradisi hermeneutik, yang cenderung ke subyektivisme). Giddens tidak puas dengan teori pandangan yang dikemukakan oleh struktural-fungsional, ia ingin mengakhiri klaim-klaim keduanya dengan cara mempertemukan kedua aliran tersebut.
Giddens menjelaskan hubungan antara struktur dan individu bukan merupakan sesuatu yang dikotomis atau dualisme karakter, melainkan sebagai dua hal yang saling berhubungan secara dialektis dan kontinum sehingga menghasilkan dualitas struktur yakni tindakan individu dan struktur yang saling membutuhkan. Sedangkan dualisme pada awalnya merupakan konsep filsafat yang menyatakan ada dua substansi. Dalam pandangan tentang hubungan antara jiwa dan raga, dualisme mengklaim bahwa fenomena mental adalah entitas non-fisik. Jika ditarik dalam tataran sosiologis, maka dualisme berarti tidak adanya kaitan antara struktur dan agensi. Maksudnya, ’struktur’ ternyata sebagai sesuatu yang bersifat ’eksternal’ bagi tindakan manusia. Inilah yang ditolak Giddens.
Menurut Giddens, struktur bukan bersifat eksternal bagi individu-individu, melainkan dalam pengertian tertentu lebih bersifat internal. Struktur tidak disamakan dengan kekangan (constraint) namun selalu mengekang (constraining) dan membebaskan (enabling). Manusia melakukan tindakan secara sengaja untuk menyelesaikan tujuan-tujuannya, pada saat yang sama, tindakan manusia memiliki ’unintended consequences´ (konsekuensi yang tidak disengaja) dari penetapan struktur yang berdampak pada tindakan manusia selanjutnya.
Dalam memahami pemikiran Giddens, minimal bisa berangkat dari dua pokok pembicaraan. Pertama, ialah pelaku (agent) dan struktur (structur), kedua ialah ruang (space) dan waktu (time).
1. Struktur dan Agensi (Pelaku)
Inilah kritik paling menonjol dalam gagasan strukturasi Giddens. Ia mengritik keras gagasan tentang hubungan keduanya yang selalu dilekati dengan dualisme sebagai pokok analisis sosiologi dalam berbagai teori. Baginya, analisis sosial semestinya menekankan pada aspek dualitas keduanya, bukan dualisme. Bahwa pelaku dan struktur berhubungan memanglah tak disangkal. Tapi bagaimana keduanya berkaitan dalam berbagai perilaku sosial, itulah yang harus dipersoalkan. Apakah pelaku dan struktur berhubungan dengan mengedepankan perbedaan (tegangan atau pertentangan) atau dualitas (timbal balik)? Ilmu sosial, menurut Giddens, selama ini dikuasai pandangan dualisme vis a vis. Ia menolak itu dan mengenalkan hubungan keduanya dalam gagasan dualitas. Pelaku dan struktur berhubungan timbal balik atau saling mengandaikan.
’Agensi’ (Pelaku) adalah orang-orang yang kongkrit dalam arus kontinu tindakan dan peristiwa di dunia. Struktur dalam pengertian Giddens bukanlah totalitas gejala, bukan ‘kode tersembunyi’ khas strukturalisme, cara produksi marxis, bukan sebagian dari totalitas gejala khas fungsionalisme. ’Struktur’ adalah aturan (rules) dan sumberdaya (resources) yang terbentuk (dan membentuk) dari perulangan praktik sosial. Dualitas struktur dan pelaku merupakan hasil sekaligus sarana suatu praktik sosial. Praktik sosial yang seperti inilah yang seharusnya menjadi pokok pembahasan dalam analisis sosial. Dari pengertian seperti inilah teori stukturasi dibangun. Teori strukturasi sendiri mengandaikan sebuah proses yang terjadi dan memungkinkan terjadinya perulangan untuk membentuk perilaku sosial.
Perilaku sosial inilah yang semestinya menjadi obyek utama kajian ilmu sosial, bukan struktur atau pelaku secara terpisah. Praktik sosial itu bisa saja berbentuk penyebutan Idul Fitri dengan lebaran, fenomena mudik menjelang lebaran, memberikan zakat kepada fakir miskin, sholat id di lapangan atau masjid dan seterusnya. Dualitas yang dimaksud terletak pada struktur yang menuntun pelaku sebagai sarana (medium dan resources) dan menjadi pedoman praktik sosial di berbagai tempat. Sesuatu yang mirip ‘pedoman’ atau prinsip-prinsip ‘aturan’ itu merupakan sarana dalam melakukan proses perulangan tindakan sosial masyarakat. Giddens menyebut hal itu sebagai struktur.
Bila Durkheim memandang struktur bersifat mengekang (constraining), Giddens justru menyatakan struktur bersifat memberdayakan (enabling), dengan unsur timbal balik (dualitas) nya dengan pelaku, di dalam struktur itu memungkinkan terjadinya berbagai praktik sosial (sosial practices). Obyektivitas struktur yang terdapat dalam teori strukturasi dapat diandaikan sebagai ‘melekat’ dalam tindakan atau praktik sosial itu sendiri.
Ada tiga pokok yang biasanya terdapat dalam struktur sebagaimana dinyatakan dalam teori strukturasi Giddens, yaitu:
a. Struktur penandaan atau signifikasi (signification -S) yang menyangkut skema simbolik, pemaknaan, penyebutan dan wacana.
b. Struktur dominasi / penguasaan (domination -D) yang menyangkut penguasaan dalam konteks politik maupun ekonomi.
c. Struktur pembenaran atau legitimasi (legitimation -L) yang berkaitan dengan peraturan normatif dalam tata hukum.
Sebagai contoh, Menyebut ‘Idul Fitri sebagai lebaran’ merupakan struktur penandaan / signifikasi, penentuan hari H lebaran oleh Kementerian Agama merupakan struktur dominasi dalam pengertian kebijakan politik, pengaturan lalu lintas para pemudik oleh aparat polisi maupun Departemen Perhubungan merupakan praktik struktur legitimasi. Pada saat tertentu, gugus struktur di atas bisa saling terkait. Dalam bahasa lain, struktur dalam pengertian Giddens ini menyangkut simbol / wacana, tata ekonomi, tata politik dan tata hukum.
Dalam berbagai ‘tata’ di atas, dualitas antara pelaku dan struktur berlangsung setiap saat, dan struktur akan menjadi sarana praktik sosial. Ucapan ‘minal aizin wal faizin’ itu adalah ungkapan penandaan (signifikasi) seseorang / kelompok untuk meminta maaf kepada seseorang/kelompok yang akan bisa dipahami oleh seseorang / kelompok dalam masyarakat tertentu. Demikian pula untuk menentukan kapan berakhirnya puasa dan lebaran dimulai, setiap jam 7 atau jam 8 malam sebagian besar masyarakat menunggu hasil sidang isbath (pemerintah dan masyarakat) untuk menjadi keputusan pemerintah tentang penentuan hari lebaran. Hal yang sama juga pada saat aparat menyatakan akan menerjunkan para penembak gelap (sniper) untuk mengamankan lebaran, mengatur lalu lintas para pemudik, dan menghukum para pencopet terminal yang tertangkap saat menjalankan aksinya memanfaatkan momentum lebaran yang berdesakan.
Bila status pelaku (agent) dalam fungsionalisme Parsons atau materialisme historis Althusser adalah seperti halnya wayang di tangan dalang dan melakoni peran-peran yang sudah ditentukan, muncul pertanyaan lanjutan, apakah pelaku dalam dualitas struktur khas Giddens ini tahu dan sadar akan tindakannya? Apakah para pemudik itu tahu bahwa yang ia lakukan adalah sebuah proses ‘mudik’ atau sekedar rutinitas tak sadar pelaku bahwa setiap lebaran ia harus pulang kampung naik kereta berdesak-desakan? Giddens menyatakan bahwa setiap pelaku atas strukturnya tahu, walaupun tak selalu harus menyadari (conscious).
Untuk memahami kaitan ketiganya. Dalam teori strukturasi, si agen atau aktor memiliki tiga tingkatan kesadaran:
1. Kesadaran diskursif (discursive consciousness). Yaitu, apa yang mampu dikatakan atau diberi ekspresi verbal oleh para aktor, tentang kondisi-kondisi sosial, khususnya tentang kondisi-kondisi dari tindakannya sendiri. Kesadaran diskursif adalah suatu kemawasdirian (awareness) yang memiliki bentuk diskursif.
2. Kesadaran praktis (practical consciousness). Yaitu, apa yang aktor ketahui (percayai) tentang kondisi-kondisi sosial, khususnya kondisi-kondisi dari tindakannya sendiri. Namun hal itu tidak bisa diekspresikan si aktor secara diskursif. Bedanya dengan kasus ketidaksadaran (unsconscious) adalah, tidak ada tabir represi yang menutupi kesadaran praktis.
3. Motif atau kognisi tak sadar (unconscious motives / cognition). Motif lebih merujuk ke potensial bagi tindakan, ketimbang cara (mode) tindakan itu dilakukan oleh si agen. Motif hanya memiliki kaitan langsung dengan tindakan dalam situasi yang tidak biasa, yang menyimpang dari rutinitas. Sebagian besar dari tindakan-tindakan agen sehari-hari tidaklah secara langsung dilandaskan pada motivasi tertentu.

Bagi Giddens, analisis sosial semestinya menekankan pada aspek dualitas keduanya, bukan dualisme. Bahwa pelaku dan struktur berhubungan memanglah tak disangkal. Tapi bagaimana keduanya berkaitan dalam berbagai perilaku sosial, itulah yang harus dipersoalkan. Apakah pelaku dan struktur berhubungan dengan mengedepankan perbedaan (tegangan atau pertentangan) atau dualitas (timbal balik)?
Pelaku adalah orang-orang yang kongkrit dalam arus kontinu tindakan dan peristiwa di dunia. Struktur dalam pengertian Giddens bukanlah totalitas gejala, bukan kode tersembunyi khas strukturalisme, cara produksi marxis, bukan sebagian dari totalitas gejala khas fungsionalisme. Struktur adalah aturan (rules) dan sumberdaya (resources) yang terbentuk (dan membentuk) dari perulangan praktik sosial.
Dualitas struktur dan pelaku merupakan hasil sekaligus sarana suatu praktik sosial. Praktik sosial yang seperti inilah yang seharusnya menjadi pokok pembahasan dalam analisis sosial. Dari pengertian seperti inilah teori stukturasi dibangun. Teori strukturasi sendiri mengandaikan sebuah proses yang terjadi dan memungkinkan terjadinya perulangan untuk membentuk perilaku sosial.
Dalam prakteknya, tindakan seseorang dapat dipengaruhi dan mempengaruhi beberapa struktur yang berbeda dalam waktu yang sama. Pertemuan lebih dari satu struktur ini kemungkinan akan menimbulkan:
1. Mediasi, yaitu struktur yang satu menjadi perantara munculnya struktur yang lain. Dapat dikatakan produksi dari suatu struktur dapat membentuk struktur baru atau melengkapi struktur yang sudah ada.
2. Kontradiksi, yaitu struktur yang satu mengatasi atau menghapus struktur yang lama. Hal ini disebabkan adanya pertentangan yang memicu konflik antar struktur sehingga menghasilkan perubahan struktur yang berguna untuk mengatasi munculnya konflik yang berkepanjangan ataupun menghapus struktur yang sudah tidak relevan.
2. Ruang dan Waktu
Ruang dan waktu adalah pokok sentral lain dalam teori strukturasi. Tidak ada tindakan perilaku sosial tanpa ruang dan waktu. Ruang dan waktu menentukan bagaimana suatu perilaku sosial terjadi. Mereka bukan semata-mata arena atau panggung suatu tindakan terjadi sebagaimana dipahami dalam teori-teori sosial sebelumnya. Mereka adalah unsur konstitutif dalam proses tindakan itu sendiri. Dengan mengadaptasi filsafat waktu Martin Heidegger, Giddens menegasikan bahwa ruang dan waktu semestinya menjadi bagian integral dalam ilmu sosial.
Giddens membedakan dimensi ruang dan waktu dalam menjelaskan gejala sosial. Hubungan antara ruang dan waktu bersifat kodrati dan menyangkut makna serta hakikat tindakan itu sendiri, karena pelaku dan tindakan tidak dapat dipisahkan.
Struktur merupakan usaha koseptual yang sangat berat, sifat struktur sistem sosial sampai kini hanya ada sebagai bentuk perilaku sosial yang secara terus menerus diproduksi dengan waktu dan ruang. Sentralitas waktu dan ruang diajukan untuk memecah kebuntuan dualisme statis / dinamik, sinkroni / diakroni, atau stabilitas / perubahan. Dualisme seperti ini terjadi karena waktu dan ruang biasanya diperlakukan sebagai panggung atau konteks bagi tindakan. Waktu dan ruang merupakan unsur yang konstitutif bagi tindakan. Artinya, tidak ada tindakan tanpa waktu dan ruang. Karena itu, tidak ada waktu yang melulu statistik dan melulu dinamik.
Dualitas Struktur dan sentralitas waktu dan ruang menjadi poros terbentuknya teori strukturasi dan berperan dalam menafsirkan kembali fenomena-fenomena modern, seperti negara-negara, globalisasi, ideologi, dan identitas. Teori strukturasi menunjukkan bahwa agen manusia secara kontinyu mereproduksi struktur sosial, artinya individu dapat melakukan perubahan atas struktur sosial.
Gagasan dualitas (timbal-balik) antara pelaku dan struktur diajukan untuk menepis konsep dualisme (pertentangan). Sentralitas waktu dan ruang, bersama dualitas pelaku dan struktur menjadi dua tema sentral yang menjadi poros teori strukturasi.
Perlu penegasan bahwa semua perilaku di sini berjalan dalam, bukan melalui, ruang dan waktu. Dalam pandangan Giddens, ruang-waktu bisa digunakan untuk membaca fenomena globalisasi, membedakan praktik sosial maupun menentukan perbedaan antara masyarakat modern dan tradisional. Itulah mengapa orang sekarang untuk beridul fitri cukup dengan menulis status di Facebook atau sekedar mengirim SMS. Hal yang sama tidak akan kita jumpai tahun 1970an, saat mana orang beridul fitri harus berjumpa dengan saudara atau kerabatnya.
Begitulah ruang dan waktu mempengaruhi tindakan yang sama yang dilakukan pelaku dan menghasilkan praktik sosial yang berbeda. Di zaman internet ini, kini waktu dan ruang semakin lebur sebagai batas alami yang sulit ditembus. Ruang-waktu menjadi sesuatu yang bisa diatur.

KESIMPULAN

Menurut Giddens, teori strukturasi merupakan teori yang menepis dualisme (pertentangan) dan mencoba mencari pertautan setelah terjadi pertentangan tajam antara struktur fungsional dengan konstruksionisme-fenomenologis. Ada dua pendekatan yang kontras bertentangan, dalam memandang realitas sosial. Pertama, pendekatan yang terlalu menekankan pada dominasi struktur dan kekuatan sosial (seperti, fungsionalisme Parsonian dan strukturalisme, yang cenderung ke obyektivisme). Kedua, pendekatan yang terlalu menekankan pada individu (seperti, tradisi hermeneutik, yang cenderung ke subyektivisme). Giddens tidak puas dengan teori pandangan yang dikemukakan oleh struktural-fungsional, ia ingin mengakhiri klaim-klaim keduanya dengan cara mempertemukan kedua aliran tersebut.
Giddens menyelesaikan debat antara dua teori yang menyatakan atau berpegang bahwa tindakan manusia disebabkan oleh dorongan eksternal dengan mereka yang menganjurkan tentang tujuan dari tindakan manusia. Struktur bukan bersifat eksternal bagi individu-individu melainkan dalam pengertian tertentu lebih bersifat internal.
Struktur sebagai medium, dan sekaligus sebagai hasil (outcome) dari tindakan-tindakan agen yang diorganisasikan secara berulang (recursively). Struktur dan agency (dengan tindakan-tindakannya) tidak bisa dipahami secara terpisah. Pada tingkatan dasar, misalnya, orang menciptakan masyarakat, namun pada saat yang sama orang juga dikungkung dan dibatasi (constrained) oleh masyarakat.
Tidak ada tindakan perilaku sosial tanpa ruang dan waktu. Inilah tema sentral pokok teori strukturasi Giddens yang lain. Ruang dan waktu menentukan bagaimana suatu perilaku sosial terjadi. Unsur ruang dan waktu ini sedemikian sentralnya dalam gagasan strukturasi Giddens sehingga ia menamakan teorinya sebagai strukturasi. Tambahan -asi di dalamnya bermakna sebagai kelangsungan proses. Ada proses menjadi yang dipengaruhi oleh ruang dan waktu.


DAFTAR PUSTAKA


A. F. Charisma. “Teori Strukturasi Giddens” dalam http://www.scribd.com/Teori-Strukturisasi-Giddens/d/40422607, (27 Oktober 2010).
Arif, Saiful. “Teori Struturasi Anthony Giddens” dalam http://www.jelajahbudaya.com (20 September 2010).
Giddens, Anthony. Capitalism and Modern Social Theory. An Analysis of the writings of Marx, Durkheim and Max Weber. Cambridge : Cambridge University Press, 1971.
Giddens, Anthony. The Constitution of Society. Terj. Adi Loka Sujono. Pasuruan: Pedati, 2003.
Halim, Paisal. ”Biografi Anthony Giddens”, dalam http://doktorpaisal.wordpress.com (28 Oktober 2010).
Hart, W.D. "Dualism", dalam A Companion to the Philosophy of Mind, ed. Samuel Guttenplan. Oxford: Blackwell, 1996.
Priyono, B. Herry. Anthony Giddens: suatu pengantar. Cetakan kedua. Jakarta:Kepustakaan Populer Gramedia, 2003.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

AWAL PERTAMA TINGGAL DI TULUNGAGUNG DAN SERUNYA BERBELANJA DI PASAR TRADISIONAL TAMANAN TULUNGAGUNG

Saya dan Zidan (anak saya) di Alun-Alun Tulungagung saat masih seminggu tinggal di Tulungagung,   dan Zidan masih berumur 1 tahun Sudah menj...